Kupang (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) Dr James Adam menilai hasil pembahasan dan kerja sama di Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Internasional Sabuk Maritim dan Jalur Sutra Baru di Beijing, China akan mendorong berbagai proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Ada sejumlah hasil yang dicapai dalam kegiatan ini, di antaranya meningkatkan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke China dan pertemuan dengan Perdana Menteri Polandia Beata Szydlo membahas peningkatan kerja sama ekonomi, investasi, pariwisata dan infrastruktur," katanya di Kupang, Selasa.

Ia mengatakan hal itu terkait KTT di Beijing yang membahas upaya peningkatan perhubungan dan penguatan kerja sama ekonomi maupun investasi di sejumlah wilayah yang akan memperkuat jalur sutera China.

Kegiatan yang telah ada sejak berabad-abad silam dilakukan China itu akan menjadi pertaruhan bagi Indonesia untuk mampu menjadi pusat (hub) ASEAN, dan China dalam lingkup Asia.

Apalagi, menurut dia, China telah lama berniat untuk memperkuat kerja sama maritim dengan negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), terutama Indonesia dengan memanfaatkan dana kerja sama maritim Tiongkok-ASEAN yang dibentuk oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu itu.

"Ini peluang terbuka, tinggal bagaimana Indonesia dalam hal ini Presiden Joko Widodo memanfaatkan berbagai kesempatan untuk menarik dan mendorong investor menanamkan modalnya di Indonesia," katanya.

Ia pun menilai bagaimana pun mimpi besar China adalah melibatkan Indonesia sebagai bagian dari jalur sutera terpenting.

Oleh karena itu, ia mengemukakan, pada saat pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan China pada 2015 ada kesepakatan khusus, dan dipertaham lagi di sela-sela KTT di Beijing pada medio Mei ini.

Anggota Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (International Fund for Agricultural Development/INFAD) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menilai bahwa Indonesia-China juga telah membahas beberapa kerja sama, termasuk pembangunan 13 unit Kawasan Industri Terpadu (KIT) yang disepakati pada Oktober 2013.

Sejumlah KIT tersebut awalnya berlokasi di Kuala Tanjung (Sumatra Utara), Sei Mangkei (Sumatra Utara), Tanggamus (Lampung), Batulicin (Kalimantan Selatan), Ketapang (Kalimantan Barat) dan Mandor (Kalimantan Barat).

Kemudian, Bitung (Sulawesi Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Morowali (Sulawesi Tengah), Konawe (Sulawesi Tenggara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Buli (Halmahera Timur, Maluku Utara) dan Teluk Bintuni (Papua Barat) juga termasuk diantara lokasi KIT.

Untuk melaksanakan semua hal tersebut memerlukan dana sangat besar, terutama pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa itu tercatat membutuhkan dana sekira Rp55,4 triliun.

Sementara itu, dana yang diperlukan untuk membangun infrastruktur diluar KIT, seperti untuk pelabuhan dan sarana penunjang senilai Rp1,1 triliun.


Baca juga: (Indonesia siap kerja sama dalam prakarsa "Belt & Road")