Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa lima orang saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-elektronik).

"Lima orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

Lima saksi yang akan diperiksa itu, yakni dua PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arief Sartono dan Meidy Layooari, PNS Staf Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri Kristian Ibrahim Moekmin, Staf Pengajar Institut Teknologi Bandung (ITB) Saiful Akbar, dan Dosen ITB Maman Budiman.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK sedang mendalami peran salah satu perusahaan yang mengikuti tender proyek pengadaan paket penerapan KTP-e.

KPK pada Senin (8/5) memeriksa tiga orang saksi dalam penyidikan kasus tersebut dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong, yaitu mantan anggota DPR RI 2004-2009 Antarini Malik, dan dua orang dari swasta masing-masing Onny Hendro Adhiaksono, dan Deniarto Suhartono.

"Untuk salah satu saksi dari kasus KTP-e dengan tersangka Andi Agustinus (AA), yaitu Deniarto Suhartono penyidik mendalami kaitan saksi dengan salah satu perusahaan yang ikut dalam salah satu tender KTP-e yaitu PT Mukarabi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (8/5).

Dalam pemeriksaan, kata Febri, KPK juga mendalami soal kepemilikan PT Mukarabi dan tentu juga mengecek kembali keterkaitannya dengan sejumlah pihak lainnya dalam penyidikan tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP-e itu.

Sementara untuk dua saksi lainnya, yaitu mantan anggota DPR RI 2004-2009 Antarini Malik dan Onny Hendro Adhiaksono dari swasta, KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang untuk dua saksi itu karena berhalangan hadir dalam pemeriksaan pada Senin.

Dalam dakwaan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP-e disebutkan Andi Agustinus alias Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia, konsorsium Astapraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera.

Seluruh konsorsium itu sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium Percetakan Nasional Indonesia untuk dengan total anggaran Rp5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara Rp2,314 triliun.