Kemenko Maritim cetuskan kerjasama internasional tangani sampah laut
8 Mei 2017 23:16 WIB
Ilustrasi--Penyelam mengumpulkan botol-botol bekas di dasar laut saat melakukan aksi besih sampah bawah laut di Kupang, NTT, Jumat (21/4/2017). Aksi dalam rangka menyambut peringatan Hari Bumi yang diperingati pada Sabtu (22/4/2017) tersebut dilakukan 14 penyelam. Aksi tersebut berhasil mengumpulkan sampah seberat 50 kilogram. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha) ()
Jakarta (ANTARA News) - Deputi IV Bidang Koordinasi SDM, IPTEK dan Budaya Maritim Kementerian Koordinasi Kemaritiman Dr Ir Safri Burhanuddin mengatakan bahwa masalah sampah yang ada di laut tidak mengenali batas negara, sehingga hal tersebut telah menjadi masalah regional, bahkan internasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Safri di Jakarta, Senin, usai menjadi salah satu pembicara dalam panel diskusi bertajuk Combatting Marine Plastic Debris, yang diadakan dalam rangkaian IORA Ministerial Blue Economy Conference yang kedua.
Konferensi yang digelar oleh Kemenko Maritim tersebut melibatkan 21 negara anggota Indian Ocean Rim Association (IORA).
Lebih lanjut, Safri mengatakan bahwa Indonesia telah menawarkan sebuah kerjasama kepada negara-negara yang tergabung dalam asosiasi tersebut untunk menangani masalah sampah di laut Samudera Hindia.
"Kalau kita lihat dari penyebarannya samudera hindia itu menjadi tempat pengumpulan sampah nomor 2 setelah samudera pasifik. Yang kami tawarkan dalam hal ini adalah sebuah kerjasama untuk menangani masalah itu, karena mau atau tidak mau, kita tahu masalah sampah tidak kenal batas negara," papar Safri.
Adapun bentuk kerjasama tersebut, Safri menjelaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Australia, dimana mereka memiliki riset-riset yang akan dikolaborasikan dengan Kemenko Maritim dengan melakukan tracking terhadap penyebaran sampah yang ada.
"Dari tracking ini kita bisa tahu dimana sampahnya dan apa yang harus kita lakukan," jelasnya
Hal tersebut merupakan langkah pencegahan yang dapat diambil oleh pemerintah karena ketika sampah-sampah tersebut sudah sampai ke samudera, biaya penanggulangan sampah tersebut bisa menjadi 10 kali lipat lebih mahal dibanding biaya dari langkah pencegahan tersebut, ujar Safri.
Hal tersebut disampaikan oleh Safri di Jakarta, Senin, usai menjadi salah satu pembicara dalam panel diskusi bertajuk Combatting Marine Plastic Debris, yang diadakan dalam rangkaian IORA Ministerial Blue Economy Conference yang kedua.
Konferensi yang digelar oleh Kemenko Maritim tersebut melibatkan 21 negara anggota Indian Ocean Rim Association (IORA).
Lebih lanjut, Safri mengatakan bahwa Indonesia telah menawarkan sebuah kerjasama kepada negara-negara yang tergabung dalam asosiasi tersebut untunk menangani masalah sampah di laut Samudera Hindia.
"Kalau kita lihat dari penyebarannya samudera hindia itu menjadi tempat pengumpulan sampah nomor 2 setelah samudera pasifik. Yang kami tawarkan dalam hal ini adalah sebuah kerjasama untuk menangani masalah itu, karena mau atau tidak mau, kita tahu masalah sampah tidak kenal batas negara," papar Safri.
Adapun bentuk kerjasama tersebut, Safri menjelaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Australia, dimana mereka memiliki riset-riset yang akan dikolaborasikan dengan Kemenko Maritim dengan melakukan tracking terhadap penyebaran sampah yang ada.
"Dari tracking ini kita bisa tahu dimana sampahnya dan apa yang harus kita lakukan," jelasnya
Hal tersebut merupakan langkah pencegahan yang dapat diambil oleh pemerintah karena ketika sampah-sampah tersebut sudah sampai ke samudera, biaya penanggulangan sampah tersebut bisa menjadi 10 kali lipat lebih mahal dibanding biaya dari langkah pencegahan tersebut, ujar Safri.
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: