Paris (ANTARA News) - Emmanuel Macron terpilih sebagai presiden Prancis, Minggu waktu setempat, sembari membawa visi ramah bisnis untuk integrasi Eropa, untuk mengalahkan Marine Le Pen, nasionalis kanan ekstrem yang mengancam mengeluarkan Prancis dari Uni Eropa.

Kemenangan mengesankan tokoh tengah yang juga meruntuhkan dominasi parpol-parpol arus utama Prancis ini akan menciptakan kelegaan besar bagi sekutu-sekutu Prancis di Eropa yang takut kepada kebangkitan kaum populis yang mengikuti keberhasilan Inggris keluar dari Uni Eropa dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS.

Dengan total suara secara virtual telah terhitung, Macron menangguk 66 persen suara, jauh di atas Le Pen yang hanya 34 persen suara. Selisih ini bahkan jauh lebih besar dari 20 persen yang selama ini dihitung berbagai jajak pendapat.

Namun angka 34 persen pun sudah pencapaian besar bagi Front Nasional yang berplatform anti-imigrasi, selain menggarisbawahi perpecahan besar nasional yang harus dihadapi Macron.

Macron akan menjadi pemimpin paling muda di Prancis sejak era Napoleon Bonaparte.

Bankir investasi berusia 39 tahun itu pernah dua tahun menjadi menteri luar negeri era Hollande. Sementara itu, Le Pen (48) menyampaikan selamat kepada Macron, tetapi dia mennyeru "semua patriot bangsa bersatu di belakang kami."



Baca juga: (Macron difavoritkan di jajak pendapat pilpres Prancis baru)

Baca juga: (Setelah debat, Macron favorit terkuat presiden Prancis)