Jakarta (ANTARA News) - Samsung Electronics Indonesia menyatakan keamanan konsumen menjadi hal yang paling utama setelah insiden Galaxy Note 7 yang terbakar di beberapa negara.


"Kami melalui delapan titik pengecekan, jauh di atas standar," kata Kepala Pemasaran Produk Samsung Mobile, Samsung Electronics Indonesia, Denny Galant, usai peluncuran galaxy S8 dan S8+ di Jakarta, Selasa.




Menurut Denny, pada umumnya ponsel dites dua hingga tiga kali.




Setelah komponen baterai Galaxy S8 dan S8+ dirakit, Samsung mengetes siklus pengisian ulang daya berkali-kali sebelum mengecek ketahanan baterai.

(Baca: Samsung Galaxy S8 dan S8+ resmi masuk Indonesia)





Tes ketahanan baterai mencakup pengecekan bagian dalam dengan temperatur ekstrim.




Setelah itu, baterai kembali dicek secara visual dengan standard yang telah mereka tetapkan.




Baterai juga dites sinar X untuk memeriksa kemungkinan kejanggalan di bagian dalam baterai.




Samsung melakukan "disassembling test", memisahkan baterai untuk mengecek kualitas, termasuk memeriksa kondisi sambungan tab baterai dan pita perekat.




Baterai juga dimonitor perubahan voltase selama pembuatan, mulai dari tahap komponen hingga perangkat yang sudah lengkap.




Setelah proses produksi dan perangkat selesai dirakit, mereka melakukan “accelerated usage test” untuk memeriksa secara intensif, simulasi penggunaan perangkat secara terus menerus dan dipercepat.




Samsung menarik sekitar 2,5 juta Note 7 dari peredaran sejak September dan secara permanen menghentikan produksi ponsel flagship tersebut pada Oktober 2016.




Galaxy Note 7 tidak beredar di Indonesia karena mereka belum sempat meluncurkan produk tersebut.