Jakarta (ANTARA News) - Notaris asal Boyolali, Jawa Tengah, Mulyoto, mengaku memiliki motivasi ingin berkiprah secara nasional sebagai hakim agung. Dalam wawancara seleksi calon hakim agung di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Senin, Mulyoto mengatakan, selama ini ia sebagai notaris hanya bisa berperan di seputar Boyolali, Jawa Tengah. "Saya berperan di Boyolali, sekarang ingin berperan yang lebih nasional," ujarnya. Sebagai calon hakim agung, dosen Universitas Slamet Riyadi, Surakarta itu, juga memiliki motivasi untuk menjadi contoh di Mahkamah Agung (MA). "Saya berkeinginan menjadi prototipe atau contoh, agar badan peradilan itu bebas merdeka dan memiliki kewibawaan. Saya juga ingin menjadi contoh bagaimana memberikan keadilan dan kemanfaatan kepada masyarakat," tuturnya. Sayangnya, motivasi Mulyoto itu tidak tercermin dalam kepiawaiannya menjawab pertanyaan tujuh anggota KY. Ia lebih banyak terdiam saat para anggota KY bertanyan soal teknis yuridis beracara. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan anggota KY Irawady Joenoes soal perbedaan delik formil dan delik materiil. Mulyoto juga terdiam ketika ditanya tentang judicial activism dan judicial cooruption. Suami wakil ketua PN Sukabumi itu mengaku masih harus banyak belajar soal hukum beracara. "Saya baru mau belajar," ujarnya. Selain Mulyoto, KY pada Senin, juga menggelar wawancara terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Palembang, Sumatera Selatan, Mukhtar Zamzami. Meski berkeahlian dalam hukum agama, Mukhtar tampak cukup lancar menjawab pertanyaan anggota KY soal perkara korupsi dan perkara perdata. Sebagai hakim, Mukhtar mengakui praktik hakim di peradilan bawah yang membuka pintu kepada pengacara bukanlah hal yang aneh lagi. "Saya tidak menuduh yang seperti itu terjadi di MA. Kalau di peradilan bawah itu, hal seperti itu bukan hal yang aneh lagi, tetapi biasa terhadi," ujarnya. Mukhtar mengaku selama ini berusaha menghindar dari praktik membuka pintu kepada para pengacara. Untuk menunjukkan pendiriannya dalam menangani suatu perkara, Mukhtar juga berjanji berani untuk mengeluarkan pendapat berbeda (Dissenting Opinion) dalam putusannya. Pada senin, KY menggelar wawancara terhadap empat calon, yaitu Mukhtar Zamzami, Mulyoto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Yos Sudarso, Surabaya, Resa Bayun Sarosa, dan Ketua PT Sulawesi Tenggara, Bukaidi Zulkifli. Pada aawal April 2007, KY menggelar tes kesehatan dan tes kepribadian yang diikuti oleh 46 peserta. Namun, dari 46 peserta itu hanya 16 orang yang lulus. Sebanyak 16 calon hakim agung yang tersisa itu terdiri atas sepuluh hakim karir dan enam non karir. Sepuluh calon yang berlatar belakang hakim karir adalah Hakim Tinggi Pengawas MA Abdul Wahhid Oscar, Ketua TUN Makassar I Ketut Suradnya, Ketua PT Agama Semarang Khalilurrahman, Hakim Tinggi PT Bandung Mahdi Soroinda Nasution, Ketua PT Manado M Zaharuddin Utama, Wakil Ketua PT Lampung Mohammad Saleh, Ketua PT Agama Pekanbaru Mukhtar Zamzami, Ketua PT Kendari R Bukaidi Zulkifli, Panitera MA Satri Rusad, dan Wakil Ketua PT Palembang Suparno. Sedangkan enam calon yang berasal dari non karir adalah Staf ahli Menkumham Bidang Pengembangan Budaya Hukum Achmad Ubbe, Lektor Kepala Fakultas Hukum Universitas Mataram Anang Husni, Mulyoto yang berprofesi sebagai Notaris di Boyolali, Resa Bayun Sarosa yang berprofesi sebagai advokat di Probolinggo, pensiunan Jaksa Robert Sahala Gultom, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudjito. Pada 23 Mei 2007, rencananya KY akan menyerahkan kepada Komisi III nama-nama calon hakim agung yang lolos dari tes wawancara untuk mengikuti uji kelayakan di DPR.(*)