Diskusi Ahok, MUI kecewa tuntutan jaksa
29 April 2017 16:08 WIB
Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, Ali Mukartono (kiri) membacakan tuntutan pada sidang lanjutan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa terhadap jaksa penuntut umum dalam kasus penistaan agama, dengan terdakwa Basuki T. Purnama atau Ahok yang hanya menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
"Kami dari MUI sangat menyayangkan tuntutan jaksa. Kenapa jaksa tidak menerapkan hukum yang sebenarnya?" kata Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah, dalam diskusi bertajuk "Ahok, Jaksa dan Palu Hakim", di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, tuntutan jaksa penuntut umum tidak tepat karena jaksa tidak menggunakan Pasal 156 (a) sebagai dasar tuntutannya yang ancaman pidananya maksimal lima tahun penjara, tapi jaksa malah memilih menggunakan Pasal 156.
Ia menambahkan bahwa tuntutan JPU telah mengabaikan fatwa MUI yang menyatakan Basuki telah menistakan agama.
"Ini sekaligus mendelegitimasi produk hukum yang dikeluarkan MUI," katanya.
Sebelumnya jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun kepada Basuki karena menilai pria yang akrab disapa Ahok itu terbukti melanggar rumusan unsur pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 KUHP.
Menurut ketentuan itu, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan bermusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ahok menjadi terdakwa perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Alquran Surat Al-Maidah 51 untuk membohongi, beredar dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam.
"Kami dari MUI sangat menyayangkan tuntutan jaksa. Kenapa jaksa tidak menerapkan hukum yang sebenarnya?" kata Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah, dalam diskusi bertajuk "Ahok, Jaksa dan Palu Hakim", di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, tuntutan jaksa penuntut umum tidak tepat karena jaksa tidak menggunakan Pasal 156 (a) sebagai dasar tuntutannya yang ancaman pidananya maksimal lima tahun penjara, tapi jaksa malah memilih menggunakan Pasal 156.
Ia menambahkan bahwa tuntutan JPU telah mengabaikan fatwa MUI yang menyatakan Basuki telah menistakan agama.
"Ini sekaligus mendelegitimasi produk hukum yang dikeluarkan MUI," katanya.
Sebelumnya jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun kepada Basuki karena menilai pria yang akrab disapa Ahok itu terbukti melanggar rumusan unsur pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 KUHP.
Menurut ketentuan itu, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan bermusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ahok menjadi terdakwa perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Alquran Surat Al-Maidah 51 untuk membohongi, beredar dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: