Jakarta (ANTARA News) - "Hallo Sir, how are? Where are you come from? ...." Itulah sapaan yang sering terdengar dari mulut sekelompok pelajar sekolah dasar (SD) di kawasan pinggir Danau Hoan Kiem, Kota Hanoi, Vietnam, pada akhir pekan lalu.

Nguyen Hong Khai berusia 9 tahun bersama temannya, Hoang Tran Ngoc, terlihat sedang memburu turis asing untuk mereka wawancarai. Pada kesempatan itu, Nguyen dan Hoang mempraktikkan bahasa Inggris yang mereka pelajari di sekolah.

Di tangan pelajar SD itu, sudah siap sederetan daftar pertanyaan sederhana yang akan mereka ajukan, seperti nama, asal negara, olahraga, dan makanan kesukaan.

Dengan terbata-bata, pertanyaan tersebut dieja satu per satu, seperti murid yang sedang membacakan tugas di depan kelas.

Nguyen dan Hoang yang berasal dari Sekolah Dasar Quang Trung di Hanoi tersebut didampingi oleh Iva Ivanova, sukarelawan asal Bulgaria.

Tidak hanya siswa sekolah dasar, siswa sekolah menengah atas (SMA) dan mahasiswa pun terlihat berbincang-bincang dengan turis asing, terutama turis bule.

Wartawan Antara yang berada di kawasan Danau Hoan Kiem tersebut pada awalnya tidak termasuk dalam incaran beberapa mahasiswa untuk mereka ajak berbicara. Akan tetapi, setelah menyapa sejumlah mahasiswa itu dengan menggunakan bahasa Inggris, mereka tampak bersemangat.

"Oh ... saya kira Anda orang sini. Memang agak susah bagi kami membedakan orang sesama Asia Tenggara. Makanya, kami mencari turis berkulit putih," kata Tu Giac Mach, mahasiswi jurusan desain interior di salah satu perguruan tinggi di Hanoi.

Berbeda dengan anak sekolah dasar, Giac Mach dan rekan-rekannya memang tidak menyiapkan daftar pertanyaan yang mereka bacakan. Namun, jenis pertanyaan mereka lebih bervariasi.

Pada intinya, apa pun jenis pertanyaan, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka bisa mempraktikkan dan memperlancar komunikasi dalam bahasa Inggris.

Para turis yang ditanya dan sebagian besar adalah anak-anak muda dan turis "backpacker" tampak dengan senang hati meladeni mereka. Selain bisa berinteraksi dengan warga lokal dan menambah teman, turis tersebut pun bisa menggali informasi secara gratis.

Di salah satu jalan di sepanjang pinggiran danau, beberapa anak usia taman kanak-kanak (TK) sedang berlomba menyusun kotak sebesar kotak korek api. Pemenang adalah mereka yang mampu menyusun kotak setinggi mungkin.

Para penonton yang menyaksikan bersorak ketika seorang anak perempuan berhasil membuat menara setinggi sekitar 1 meter. Dia mengalahkan seorang anak laki-laki yang hanya mampu setinggi 60 sentimeter.

Sementara itu, lebih ke pinggir di dekat danau, sekumpulan anak-anak muda yang sedang belajar fotografi, mengarahkan kamera mereka dengan sasaran gadis-gadis cantik yang berpakaian tradisional Vietnam dengan latar belakang Kuil Ngoc San yang berada di tengah danau yang diselimuti kabut tipis.

Terdapat puluhan jenis rekreasi dan permainan lain yang tidak hanya dimainkan anak-anak, tetapi juga remaja dan dewasa, termasuk demo memasak berbagai makanan khas Vietnam ataupun makanan dari negara lain.

Kawasan Danau Hoan Kiem, yang merupakan danau air tawar dan terletak di jantung kota Hanoi, memang menjadi magnet bagi setiap mereka yang berkunjung ke Ibu Kota Vietnam itu.

Seperti halnya Monas di Jakarta, Danau Hoan Kiem dengan Kuil Ngoc Son adalah "landmark" Kota Hanoi dan dikunjungi ribuan turis asing setiap hari. Ibaratnya, belum lengkap ke Hanoi bila belum berkunjung ke Danau Hoan Kiem.

Setiap Minggu dan hari besar lainnya, jalan di sepanjang danau yang hanya seluas 12 hektare itu ditutup untuk kendaraan bermotor (car free day).

Dengan taman yang bersih, tertata rapi, dan terjaga keasriannya, Danau Hoan Kiem tidak hanya cocok sebagai tempat menyalurkan berbagai bentuk kreativitas anak muda, tetapi juga menjadi tempat yang pas untuk bersantai sambil melepas penat setelah berwisata keliling Kota Hanoi.

Kondisi di sekeliling danau tersebut sangat kontras jika dibandingkan dengan jalan-jalan di sekitarnya yang pada umumnya sempit dan semrawut karena banyaknya pedagang jalanan serta pengendara sepeda motor yang lalu-lalang.

Di Indonesia, kegiatan dan program yang sama juga dimiliki oleh Kota Bogor dengan berdirinya Taman Ekpresi di Kawasan Sempur, yaitu tempat masyarakat menyalurkan ekspresi dan seni, seperti pagelaran musik atau teater.

Akan tetapi, berbeda dengan Taman Ekspresi di Bogor, di kawasan Danau Hoa Kiem sama sekali tidak diperbolehkan menggelar demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah yang masih berideologi komunis.

(T.A032/D007)