Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mewaspadai perkembangan geopolitik terkini sebagai salah satu faktor risiko global yang perlu dikelola dengan baik agar tidak memengaruhi prospek perekonomian Indonesia

"Kalau kita perhatikan kondisi di Korea Utara yang mulai membuat Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang cukup tegang, dan bagaiamna China merespons. Ini semua adalah hal yang perlu diwaspadai," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2016 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis.

Agus menyebutkan tantangan bagi prospek perekonomian Indonesia dari sisi global yang perlu pula diwaspadai adalah pertumbuhan ekonomi global yang berisiko lebih rendah apabila konsolidasi ekonomi negara besar tidak seperti yang diharapkan.

"Kebijakan perdagangan internasional negara maju yang cenderung protektif," ucap dia.

Selain itu, dalam jangka pendek, rencana normalisasi atau penurunan besaran neraca Bank Sentral AS dengan melepas pemilikan surat berharga perlu mendapat perhatian karena dapat mengusik penguatan nilai tukar rupiah.

"Terakhir, neraca Bank Sentral AS 800 miliar dolar AS telah meningkat menjadi lebih dari 4,5 triliun dolar AS," kata Agus.

Penurunan besaran neraca Bank Sentral AS memungkinkan pemilikan daripada surat berharga yang selama ini dihimpun The Fed akan dilepas sehingga likuiditas akan diserap kembali kepada bank sentral.

Sementara itu, Agus juga menyebutkan tantangan dari sisi domestik yaitu bagaimana meningkatkan penerimaan pajak untuk memperluas ruang stimulus fiskal.


Baca juga: (Bank Indonesia ungkap tiga pelajaran dinamika ekonomi 2016)