Tim DVI kesulitan identifikasi korban kelima longsor Ponorogo
25 April 2017 21:09 WIB
ilustrasi: Relawan membuat saluran air di lokasi longsor di Desa Banaran, Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (20/4/2017). Saluran tersebut dibuat untuk mengarahkan aliran sungai agar tidak meluap ke permukiman saat hujan pascatertimbunnya sungai oleh material longsoran tebing. (ANTARA/Siswowidodo) ()
Ponorogo (ANTARA News) - Tim DVI (disaster victim identification) Bidokkes Polda Jatim kesulitan mengidentifikasi korban kelima bencana tanah longsor di Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur karena kondisi jenazah yang sudah membusuk dan rusak.
"Tanda-tanda visual sudah tidak bisa dikenali karena (jasad) sudah mengalami pembusukan," kata tim DVI Bidokkes Polda Jatim dari RS Bhayangkara Kediri, dr Tutik Purwanti saat dikonfirmasi usai pemeriksaan di RSUD dr Hardjono, Ponorogo, Selasa.
Ia menjelaskan, pemeriksaan yang ia lakukan bersama tim DVI dari RS Bhayangkara Kediri fokus pada pemeriksaan "post mortem", yakni pemeriksaan kondisi visual/fisik serta ciri khusus yang masih bisa dikenali pada jasad korban.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan intensif di kamar jenazah oleh tim DVI dari RS Bhayangkara Kediri, Tutik menyatakan tak banyak informasi khusus yang bisa ia dapatkan untuk mengungkap identitas korban kelima yang sebelumnya dinyatakan hilang dalam peristiwa bencana longsor di Desa Banaran, Sabtu (1/4).
Selain visual wajah yang tak bisa dikenali, kata Tutik, timnya juga kesulitan mendapat sidik jari korban karena pembusukan membuat kulit rusak dan mengelupas.
DVI secara ilmiah juga tidak menemukan satupun tanda-tanda khas pada tubuh jenazah, seperti tahi lalat, bekas operasi ataupun lainnya, katanya.
"Untuk itu tidak ditemukan, yang bisa kita dapat adalah jenis kelamin laki-laki, umur antara 50-70 tahun, tinggi 168 centimeter, kuku jari panjang.Sedangkan tanda khusus belum ditemukan," katanya.
Upaya lanjutan yang dilakukan tim DVI adalah mengambil sampel sumsum tulang belakang korban.
Tutik mengatakan sampel yang ada akan dibawa ke Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri di Jakarta untuk pemeriksaan DNA.
"Tadi sudah diambil sampelnya dan nanti akan dicocokkan dengan sampel darah keluarga yang mengaku kehilangan," katanya.
Untuk mendapat hasil dari pemeriksaan DNA itu, Tutik memperkirakan proses identifikasi membutuhkan waktu sekitar dua pekan.
Senada dr Tutik, Kapolres Ponorogo AKBP Suryo Sudarmadi mengatakan dari total 24 keluarga korban telah dikelompokkan, lalu diseleksi berdasar anggota keluarga yang dinyatakan masih hilang dalam bencana longsor 1 April di Desa Banaran, dengan jenis kelamin pria dan rentang usia antara 50-70 tahun.
"Dari pemilahan mengacu identifikasi usia korban kelima oleh tim DVI tersebut, kami menetapkan tiga keluarga yang anggota keluarganya hilang berjenis kelamin pria dengan usia di atas 50 tahun yang dinyatakan hilang," terangnya.
(T.KR-DHS/E009)
"Tanda-tanda visual sudah tidak bisa dikenali karena (jasad) sudah mengalami pembusukan," kata tim DVI Bidokkes Polda Jatim dari RS Bhayangkara Kediri, dr Tutik Purwanti saat dikonfirmasi usai pemeriksaan di RSUD dr Hardjono, Ponorogo, Selasa.
Ia menjelaskan, pemeriksaan yang ia lakukan bersama tim DVI dari RS Bhayangkara Kediri fokus pada pemeriksaan "post mortem", yakni pemeriksaan kondisi visual/fisik serta ciri khusus yang masih bisa dikenali pada jasad korban.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan intensif di kamar jenazah oleh tim DVI dari RS Bhayangkara Kediri, Tutik menyatakan tak banyak informasi khusus yang bisa ia dapatkan untuk mengungkap identitas korban kelima yang sebelumnya dinyatakan hilang dalam peristiwa bencana longsor di Desa Banaran, Sabtu (1/4).
Selain visual wajah yang tak bisa dikenali, kata Tutik, timnya juga kesulitan mendapat sidik jari korban karena pembusukan membuat kulit rusak dan mengelupas.
DVI secara ilmiah juga tidak menemukan satupun tanda-tanda khas pada tubuh jenazah, seperti tahi lalat, bekas operasi ataupun lainnya, katanya.
"Untuk itu tidak ditemukan, yang bisa kita dapat adalah jenis kelamin laki-laki, umur antara 50-70 tahun, tinggi 168 centimeter, kuku jari panjang.Sedangkan tanda khusus belum ditemukan," katanya.
Upaya lanjutan yang dilakukan tim DVI adalah mengambil sampel sumsum tulang belakang korban.
Tutik mengatakan sampel yang ada akan dibawa ke Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri di Jakarta untuk pemeriksaan DNA.
"Tadi sudah diambil sampelnya dan nanti akan dicocokkan dengan sampel darah keluarga yang mengaku kehilangan," katanya.
Untuk mendapat hasil dari pemeriksaan DNA itu, Tutik memperkirakan proses identifikasi membutuhkan waktu sekitar dua pekan.
Senada dr Tutik, Kapolres Ponorogo AKBP Suryo Sudarmadi mengatakan dari total 24 keluarga korban telah dikelompokkan, lalu diseleksi berdasar anggota keluarga yang dinyatakan masih hilang dalam bencana longsor 1 April di Desa Banaran, dengan jenis kelamin pria dan rentang usia antara 50-70 tahun.
"Dari pemilahan mengacu identifikasi usia korban kelima oleh tim DVI tersebut, kami menetapkan tiga keluarga yang anggota keluarganya hilang berjenis kelamin pria dengan usia di atas 50 tahun yang dinyatakan hilang," terangnya.
(T.KR-DHS/E009)
Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: