Kowani: perempuan mitra sejajar laki-laki
21 April 2017 18:54 WIB
Jurnalis Perempuan Hari Kartini. Jurnalis Perempuan Tasikmalaya (JPT) membagikan bunga kepada para wanita di Taman Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (21/4/2017). Acara tersebut dalam rangka peringatan Hari kartini. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi) ()
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan perempuan Indonesia haruslah menjadi mitra sejajar laki-laki.
"Untuk mengubah pandangan bahwa perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki, konsekuensinya perempuan harus punya semangat perubahan, semangat berpendidikan tinggi, semangat lebih berdaya dan semangat untuk memperbaiki nasib," ujar Giwo di Jakarta, Jumat.
Kemudian pandangan lainnya yang harus diubah pandangan bahwa perempuan ditakdirkan sebagai "ibu rumah tangga" yang hanya berkutat dengan urusan domestik.
"Pemikiran demikian harus diubah. Perempuan harus berperan, menyumbangkan gagasan, pemikiran dan karyanya untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan negara."
Ketiga, mengubah pandangan sebagian masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan urusan pribadi. Kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini masih menjadi masalah serius.
"Negara telah memandatkan bahwa setiap perempuan dimanapun dan kapanpun harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan."
Keempat, mengubah pandangan bahwa meninggal akibat melahirkan sebagai takdir. Harus diingat bahwa upaya mengurangi angka kematian ibu merupakan ikhtiar yang harus dilakukan, diantaranya memaksimalkan layanan kesehatan bagi kaum ibu.
Namun, masalah yang sering muncul diantaranya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).
Kedua, terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya, terutama bidan.
Kemudian, ketiga masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu.
Keempat, masih rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil. Kelima, perubahan pola pikir bahwa perempuan kurang tepat menjadi pemimpin.
"Cara pandangan demikian harus dirubah. Dari tinjauan agama, Islam sangat ramah terhadap perempuan dan Islam tak melarangnya. Banyak tokoh visioner sejak Rasulullah sebagai tokoh publik. Di sejumlah negara juga banyak tokoh perempuan, baik intelektual maupun tokoh politik."
Apalagi Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim dan sangat banyak tokoh perempuan dari Islam.
"Untuk mengubah pandangan bahwa perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki, konsekuensinya perempuan harus punya semangat perubahan, semangat berpendidikan tinggi, semangat lebih berdaya dan semangat untuk memperbaiki nasib," ujar Giwo di Jakarta, Jumat.
Kemudian pandangan lainnya yang harus diubah pandangan bahwa perempuan ditakdirkan sebagai "ibu rumah tangga" yang hanya berkutat dengan urusan domestik.
"Pemikiran demikian harus diubah. Perempuan harus berperan, menyumbangkan gagasan, pemikiran dan karyanya untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan negara."
Ketiga, mengubah pandangan sebagian masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan urusan pribadi. Kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini masih menjadi masalah serius.
"Negara telah memandatkan bahwa setiap perempuan dimanapun dan kapanpun harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan."
Keempat, mengubah pandangan bahwa meninggal akibat melahirkan sebagai takdir. Harus diingat bahwa upaya mengurangi angka kematian ibu merupakan ikhtiar yang harus dilakukan, diantaranya memaksimalkan layanan kesehatan bagi kaum ibu.
Namun, masalah yang sering muncul diantaranya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).
Kedua, terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya, terutama bidan.
Kemudian, ketiga masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu.
Keempat, masih rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil. Kelima, perubahan pola pikir bahwa perempuan kurang tepat menjadi pemimpin.
"Cara pandangan demikian harus dirubah. Dari tinjauan agama, Islam sangat ramah terhadap perempuan dan Islam tak melarangnya. Banyak tokoh visioner sejak Rasulullah sebagai tokoh publik. Di sejumlah negara juga banyak tokoh perempuan, baik intelektual maupun tokoh politik."
Apalagi Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim dan sangat banyak tokoh perempuan dari Islam.
Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: