Kepolisian Indonesia-Arab Saudi jalin kerja sama penanggulangan terorisme
19 April 2017 01:34 WIB
Kerja Sama Kepolisian RI-Arab Saudi Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kanan) berjabat tangan dengan Kepala Kepolisian Arab Saudi General Othman bin Nasser Al Mehrej (kiri) seusai memberikan keterangan pers terkait kerjasama antara Polri dengan Kepolisian Arab Saudi di Jakarta, Selasa (18/4/2017). Dalam keterangan pers tersebut, kedua lembaga keamanan negara itu bersepakat untuk menjalin kerja sama mengenai pemberantasan kejahatan transnasional seperti terorisme, perdagangan orang, dan narkotika. (ANTARA/Rivan Awal Lingga) ()
Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian RI-Kerajaan Arab Saudi siap memperkuat kerja sama bidang penanganan terorisme, sebagai salah satu butir kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua negara saat kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia.
"Penanganan terorisme yang dilakukan Kerajaan Saudi dianggap cukup berhasil, tentu saja Saudi terbuka bagi seluruh negara termasuk Indonesia dalam peningkatan kerja sama di bidang ini," ujar Letjen Othman dalam konferensi pers di kediaman Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Osama Mohammed Al-Shuibi di Jakarta, Selasa malam.
Sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (MoU) tersebut, Kepala Kepolisian Arab Saudi Letjen Othman Bin Nasser Al Mehridj berkunjung ke Mabes Polri dan bertemu Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk membahas pertukaran informasi keamanan dalam upaya menanggulangi ancaman terorisme.
Arab Saudi memang telah diakui sebagai salah satu negara yang berhasil dalam penanganan terorisme, dibuktikan dengan medali penghargaan yang diterima oleh putra mahkota Kerajaan Arab Saudi Muhammed bin Nayef dari badan intelijen pemerintah federal Amerika Serikat (CIA) pada Februari lalu.
Nayef yang menjabat menteri dalam negeri Arab Saudi sejak 2012, pernah mengawasi tindakan keras terhadap Al-Qaeda, kelompok yang membunuh para personnel keamanan serta warga negara asing di kerajaan tersebut antara 2003 hingga 2007.
Pria 57 tahun yang pada 2009 selamat dari upaya pembunuhan oleh Al-Qaeda itu menerima penghargaan CIA atas kinerja intelijen yang sangat baik dalam upaya penanggulangan terorisme dan kontribusinya untuk mewujudkan keamanan serta perdamaian dunia.
Menyebut bahwa penanganan terorisme di negaranya sedikit berbeda dengan di Indonesia yang secara spesifik dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Letjen Othman mengaku siap berbagi pengalaman dengan kepolisian Indonesia saat kunjungan balasan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian ke Arab Saudi pada akhir Mei 2017.
"Di Saudi penanganan terorisme menjadi tugas dari gabungan berbagai institusi. Kami akan memberi kesempatan (Kapolri) untuk melihat secara dekat pengalaman dan kesuksesan Saudi dalam menangani masalah ini, mulai dari ancaman kelompok Al-Qaeda hingga ISIS sekarang ini," kata dia.
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menjelaskan bahwa kunjungan resmi Kapolri akan dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah umrahnya pada awal bulan Ramadan.
Dalam kunjungan tersebut akan dibahas lebih mendetail implementasi MoU yang telah ditandatangani terutama tentang penanganan kejahatan yang bersifat lintas negara seperti terorisme, kejahatan cyber, pencurian dan penyelundupan senjata, pencucian uang, perdagangan orang, serta penyelundupan migran.
Khusus untuk menghadapi kelompok militan ISIS, Syafruddin menyebut bahwa personnel Densus 88 Antiteror telah beberapa kali berangkat ke Turki, Jordania, dan Arab Saudi untuk menjemput WNI yang diduga sempat bergabung dengan kelompok tersebut dan akan kembali ke Tanah Air untuk menjadi pejuang teroris asing (FTF).
Dari hampir 2.000 masyarakat Indonesia yang masuk ke Suriah, hanya 1.300 orang yang terdata secara resmi. Yang masuk secara ilegal dan akan kembali ke Indonesia diduga untuk menyebarkan paham radikal, akan diantisipasi oleh Densus 88.
"Itu yang dilakukan densus dan seluruh aparat selama ini. Jadi kalau densus melakukan penegakan hukum, pencegahan, dan penangkapan itu adalah untuk mencegah terorisme di Tanah Air," kata Syafruddin.
"Penanganan terorisme yang dilakukan Kerajaan Saudi dianggap cukup berhasil, tentu saja Saudi terbuka bagi seluruh negara termasuk Indonesia dalam peningkatan kerja sama di bidang ini," ujar Letjen Othman dalam konferensi pers di kediaman Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Osama Mohammed Al-Shuibi di Jakarta, Selasa malam.
Sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (MoU) tersebut, Kepala Kepolisian Arab Saudi Letjen Othman Bin Nasser Al Mehridj berkunjung ke Mabes Polri dan bertemu Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk membahas pertukaran informasi keamanan dalam upaya menanggulangi ancaman terorisme.
Arab Saudi memang telah diakui sebagai salah satu negara yang berhasil dalam penanganan terorisme, dibuktikan dengan medali penghargaan yang diterima oleh putra mahkota Kerajaan Arab Saudi Muhammed bin Nayef dari badan intelijen pemerintah federal Amerika Serikat (CIA) pada Februari lalu.
Nayef yang menjabat menteri dalam negeri Arab Saudi sejak 2012, pernah mengawasi tindakan keras terhadap Al-Qaeda, kelompok yang membunuh para personnel keamanan serta warga negara asing di kerajaan tersebut antara 2003 hingga 2007.
Pria 57 tahun yang pada 2009 selamat dari upaya pembunuhan oleh Al-Qaeda itu menerima penghargaan CIA atas kinerja intelijen yang sangat baik dalam upaya penanggulangan terorisme dan kontribusinya untuk mewujudkan keamanan serta perdamaian dunia.
Menyebut bahwa penanganan terorisme di negaranya sedikit berbeda dengan di Indonesia yang secara spesifik dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Letjen Othman mengaku siap berbagi pengalaman dengan kepolisian Indonesia saat kunjungan balasan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian ke Arab Saudi pada akhir Mei 2017.
"Di Saudi penanganan terorisme menjadi tugas dari gabungan berbagai institusi. Kami akan memberi kesempatan (Kapolri) untuk melihat secara dekat pengalaman dan kesuksesan Saudi dalam menangani masalah ini, mulai dari ancaman kelompok Al-Qaeda hingga ISIS sekarang ini," kata dia.
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menjelaskan bahwa kunjungan resmi Kapolri akan dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah umrahnya pada awal bulan Ramadan.
Dalam kunjungan tersebut akan dibahas lebih mendetail implementasi MoU yang telah ditandatangani terutama tentang penanganan kejahatan yang bersifat lintas negara seperti terorisme, kejahatan cyber, pencurian dan penyelundupan senjata, pencucian uang, perdagangan orang, serta penyelundupan migran.
Khusus untuk menghadapi kelompok militan ISIS, Syafruddin menyebut bahwa personnel Densus 88 Antiteror telah beberapa kali berangkat ke Turki, Jordania, dan Arab Saudi untuk menjemput WNI yang diduga sempat bergabung dengan kelompok tersebut dan akan kembali ke Tanah Air untuk menjadi pejuang teroris asing (FTF).
Dari hampir 2.000 masyarakat Indonesia yang masuk ke Suriah, hanya 1.300 orang yang terdata secara resmi. Yang masuk secara ilegal dan akan kembali ke Indonesia diduga untuk menyebarkan paham radikal, akan diantisipasi oleh Densus 88.
"Itu yang dilakukan densus dan seluruh aparat selama ini. Jadi kalau densus melakukan penegakan hukum, pencegahan, dan penangkapan itu adalah untuk mencegah terorisme di Tanah Air," kata Syafruddin.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: