Sukabumi (ANTARA News) - Kemacetan di wilayah Sukabumi, Jawa Barat kian parah, untuk itu diperlukan langkah konkret untuk mencari guna menemukan solusi yang tepat sasaran, kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI Pudji Hartanto Iskandar.

"Saya merasakan sendiri bagaimana terjebak macet seperti di wilayah utara yang menghubungkan Jagorawi dengan Sukabumi, bahkan dari Jakarta hingga Sukabumi membutuhkan waktu sembilan jam," katanya di sela acara Color Run di Balai Kota Sukabumi, Minggu.

Penyebab pertama, kemacetan itu disebabkan ruas jalan yang tidak bisa lagi menampung jumlah kendaraan baik yang keluar maupun masuk Sukabumi.

Penyebab kedua, banyaknya kendaraan bertonase besar yang hilir mudik, belum lagi aktivitas warga yang menggunakan kendaraan pribadi.

Penyebab ketiga, kondisi jalan nasional di Kota Sukabumi yang rusak parah sehingga mengakibatkan rawan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.

Maka dari itu, satu-satunya solusi untuk mengurai arus lalu lintas di Sukabumi dengan segera merampungkan pembangunan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi).

"Dampak dari kemacetan tersebut sangat luas dan pastinya terhadap peningkatan ekonomi warga. Sebab biaya yang harus dikeluarkan akan tambah besar sehingga menyulitkan daerah menarikn investor untuk menanamkan modalnya," tambahnya.

Sementara, Wali Kota Sukabumi M Muraz mengatakan walaupun titik kemacetan tersebut titiknya bukan di Kota Sukabumi tetapi di Kabupaten Sukabumi tepatnya di jalur penghubung Sukabumi-Jagorawi dan Sukabumi Bandung, tetapi dampaknya tetap saja dirasakan.

Selain itu, ia juga sengaja mengundang Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub RI agar bisa memantau langsung kemacetan dan rusaknya ruas jalan nasional dan provinsi yang disebabkan tingginya arus kendaraan bertonase besar yang melewati jalan tersebut.

"Kerusakan jalan nasional yang ada di Kota Sukabumi seperti di Jalan Siliwangi, RSUD R Syamsudin SH dan lain-lain. Diharapkan dengan melihat langsung kondisinya seperti ini bisa cepat ditangani pemerintah pusat," katanya.