Pyongyang, Korea Utara (ANTARA News) - Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat untuk segera mengakhiri "histeria militer" atau menghadapi pembalasan. Ancaman ini disampaikan setelah sebuah kapal induk bertenaga nuklir AS berlayar ke Semenanjung Korea di tengah perayaan "Hari Matahari" yang menandai peringatan hari kelahiran ke-105 pendiri Korea Utara, Kim Il Sung.

Dunia mendadak gamang setelah Angkatan Laut AS menembakkan rudal Tomahawk ke sebuah pangkalan udara Suriah pekan lalu sebagai jawaban atas serangan gas kimia ke daerah pemberontak Suriah.

Langkah AS itu menimbulkan pertanyaan mengenai apakah Presiden AS Donald Trump juga berencana menyerang Korea Utara yang sudah beberapa kali menggelar uji peluru kendali dan senjata nuklir dengan mengabaikan sanksi PBB.

Peringatan Korea Utara muncul setelah pemimpin Kim Jong-un mengikuti parada militer di Lapangan Kim Il Sung, Pyongyang di mana Korea Utara memamerkan peluru kendali antarbenua terbarunya.

Secara teknis Korea Utara masih dalam status perang dengan Korea Selatan setelah Perang Korea 1950-1953 berakhir begitu saja lewat gencatan senjata, bukan oleh sebuah pakta politik.

"Semua langkah provokatif ala perompak yang dipertunjukkan AS di medan politik, ekonomi dan militer yang ditujukan untuk kebijakan bermusuhan mereka kepada DPRK (Korea Utara) akan sepenuhnya digagalkan melalui aksi balasan terkeras dari tentara dan rakyat DPRK," kata kantor berita KCNA mengutip juru bicara kepala staf angkatan bersenjata Korea Utara.

"Kontra-aksi terkeras kami melawan pasukan AS dan pengikutnya akan diambil tanpa ampun karena agresor tak boleh dibiarkan hidup," sambung KCNA seperti dikutip Reuters.

KCNA menyatakan "histeria militer serius" pemerintahan Trump telah mencapai "fase berbahaya yang sudah tidak bisa lagi dianggap sepi."

AS sendiri sudah memperingatkan bahwa kebijakan sabar menghadapi Korea Utara sudah berakhir.