Dukuh Tangkil, adalah satu di antara empat dukuh atau sebutan lainnya dusun yang berada di dalam Desa Banaran, di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Tiga dukuh lainnya adalah Dukuh Krajan, Dukuh Gondang Sari dan Dukuh Suro.
Untuk masuk ke dukuh itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Jika naik kendaraan roda dua atau empat, tepat di perempatan paling ujung Jalan Juanda mengarah ke Jalan Halim Perdana Kusuma, masuk kira-kira 25 kilometer.
Lebar jalannya tak lebih dari lima meter. Meski beraspal, namun tidak sedikit yang berlubang dan membuat pengendara harus berhati-hati, terlebih kecepatan rata-rata pengendera di atas 40 kilometer per jam.
Awalnya jalannya lurus tanpa ada tikungan berarti, namun selepas Mapolsek Pulung yang bersebelahan dengan Pasar Pulung, jalanan mulai menanjak dan tikungan-tikungan agak tajam "menyapa".
Pada Sabtu (1/4), sekitar pukul 07.30 WIB, di Dukuh Tangkil terjadi bencana tanah longsor yang titik awal berada di lereng Gunung Gede.
Longsorannya berdampak pada rumah warga di dukuh lainnya, terutama Dukuh Krajan yang ujung "lidah" tanah berhenti tepat di sana.
Sebagian wilayah Dukuh Tangkil-pun hanya dalam hitungan detik lenyap dan berubah menjadi timbunan tanah gunung. sebanyak 30 lebih rumah tertimbun, dan 28 orang di antaranya dinyatakan hilang.
Sungai yang biasanya jernih dan menjadi salah satu wahana wisata air berubah menjadi air bah dengan membawa lumpur. Begitu juga jalan-jalan akses yang menghubungkan satu dukuh ke dukuh lainnya.
Jalanan di sana, selain sempit karena luasnya tidak lebih dari tiga meter dan memaksa mobil yang berpapasan harus berhenti satu terlebih dahulu, juga naik-turun.
Wajar memang karena di sana merupakan area pegunungan yang kanan dan kirinya lereng dan sawah. Jika belum berpengalaman berkendara di area seperti itu, disarankan tak melintas karena tanjakan maupun turunannya ada yang mencapai 30 derajat.
Sempitnya akses menjadi salah satu kendala susahnya memasukkan alat berat titik bencana. Hingga saat ini, sembilan eskavator dikerahkan dan dibantu peralatan manual lainnya seperti sekrop, cangkul dan lainnya.
Tim SAR gabungan yang terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur dan anggota BPBD beberapa kabupaten/kota, TNI, Polri, serta relawan dari berbagai organisasi setiap harinya berjibaku dengan timbunan tanah.
Setiap harinya mulai pukul 08.00 WIB, ratusan (bahkan saat ini seribu lebih orang relawan), mulai bertugas dan baru selesai pada pukul 16.00 WIB.
"Setiap hari seperti itu, kemudian evaluasi hingga pukul 17.00 WIB. Tim bertugas bergantian saat istirahat. Tapi jika siang cuacanya hujan dan kondisinya tak memungkinkan maka dihentikan sementara," ujar Komandan Sektor C Kapten Inf Catur Margo.
Kesulitan pencarian korban
Pantauan di lokasi bencana, longsoran dari titik awal (sektor A) di lereng Gunung Gede turun dan menjalar ke bawah hingga berjarak sekitar 1,5 kilometer.
Longsorannya membentuk timbunan-timbunan dan di beberapa titik tidak merata. Tepat di bawah lereng adalah area persawahan serta permukiman.
Tingginya bervariasi, ada yang 10 meter, 20 meter hingga 30 meter. Terutama di sektor A yang berada paling dekat dengan lokasi titik awal bencana. Sedangkan luasnya mencapai hampir 15 hektare.
Sejak hari pertama pencarian tepat usai peristiwa terjadi, tiga orang dalam keadaan meninggal dunia ditemukan, masing-masing adalah Katemi, Iwan dan Sunadi.
Katemi dan cucunya Iwan ditemukan pada Minggu (2/4), sedangkan Sunadi ditemukan keesokan harinya. Ketiganya ditemukan di posisi sektor C yang menjadi titik paling jauh dari titik awal.
Selanjutnya, hingga enam hari sejak kejadian atau Kamis (6/4), belum ditemukan satupun korban jiwa lainnya. Tingginya timbunan tanah menjadi satu kendala, ditambah cuaca yang tidak menentu dan kerap hujan.
"Untuk peralatan mungkin tidak kendala, kecuali cuaca. Ada sembilan eskavator di lokasi dan semuanya bekerja maksimal," ucap Catur yang juga Komandan Rayon Militer Kecamatan Kota, Ponorogo.
Kondisi tanah di lokasi juga masih labil dan rawan sekali terjadi longsor susulan. Meski dalam skala kecil, namun timbunan tentu akan membuat petugas dan relawan yang berada di bawah khawatir.
"Perasaan khawatir pasti ada mas. Apalagi petugas di alat berat yang berada di tepi-tepi timbunan. Kalau salah bergerak bisa berakibat fatal," tutur salah seorang relawan yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga sempat beranalisa, salah satu kendala sulitnya menemukan jenazah adalah posisi korban saat sebelum kejadian yang berpencar, termasuk saat lari menyelamatkan diri.
"Peristiwanya terjadi saat warga beraktivitas, berbeda jika malam hari yang mana warga berada jadi satu di rumah, persis dengan bencana di Jombang dulu," ujarnya.
Upaya lain untuk menemukan korban yakni dengan mendatangkan tujuh anjing pelacak dari Mabes Polri dan Polda Jawa Timur.
"Anjing pelacak yang diturunkan itu sangat membantu dalam proses pencarian korban longsor," kata Direktur Sabhara Polda Jatim Kombes Pol Achmad Rudi Mulyanto.
Jika anjing pelacak mencium bau manusia di dalam timbunan tanah maka segera diberi titik untuk selanjutnya dicari menggunakan alat berat.
Meski satwa yang diturunkan di lokasi ini pernah berhasil menemukan bangkai manusia di musibah Aceh, kata dia, proses terkendala timbunan longsor yang sangat dalam.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengakui upaya pencarian korban hilang tertimbun longsor sulit karena faktor ketebalan material tanah serta luasan area terdampak yang menimbun 32 rumah.
Orang nomor satu di Pemkab Ponorogo itu tak mau sikap realistisnya tersebut diterjemahkan sebagai pesimistis.
"Bukan pesimistis ya, tapi bagaimanapun kami harus jujur juga bahwa ketiggian di Zona A lokasi pencarian paling atas atau titik nol itu diperkirakan ada delapan rumah dengan ketebalan tanah mencapai 30 meter," ucapnya.
Kendati upaya pencarian akan terus dilakukan, Ipong menyatakan perkembangan bakal dievaluasi pada akhir masa pencarian yang ditetapkan selama tujuh hari, terhitung mulai Minggu (2/4) hingga Sabtu (8/4).
"Selain itu, kami juga akan melakukan koordinasi atau konseling dengan keluarga korban. Kalau mereka masih menginginkan untuk terus dicari dan hasil evaluasi memungkinkan, pencarian akan dilanjutkan hingga tujuh hari lagi," tukasnya.
Namun, apabila hingga akhir pencarian periode kedua korban belum diketemukan semuanya, pemerintah daerah akan merekomendasikan penghentian pencarian kepada BPBD dan tim SAR gabungan.
"Saya rasa kami akan mempertimbangkan itu jika hingga perpanjangan masa pencarian tetap tidak membuahkan hasil maksimal," imbuhnya.
(T.F014/C004)
Kisah sulitnya pencarian korban longsor Ponorogo
7 April 2017 16:24 WIB
Tim SAR gabungan mencari korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (7/4/2017). Hingga hari ketujuh tim SAR terus mencari sekitar 25 korban yang masih tertimbun longsor. (ANTARA/Zabur Karuru)
Oleh fiqih arfani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: