Jakarta (ANTARA News) - Anggota KPU terpilih periode 2017-2022 Wahyu Setiawan menilai calon kepala daerah tunggal yang dipilih melawan kotak kosong pada pemilu kepala daerah hendaknya diatur lebih rinci baik dalam Undang-undang maupun dalam Peraturan KPU.

"Kotak kosong secara substansial juga merupakan obyek pemilu, karena turut dipilih oleh pemilih," kata Wahyu Setiawan pada diskusi Komisioner Baru, Tantangan Baru di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Menurut Wahyu, karena kotak kosong juga merupakan obyek pemilu sebaiknya diatur dalam UU Pemilu atau Peraturan KPU (PKPU) sehingga tidak menimbulkan multitafsir.

Pada pemilu serentak tahun 2017, ada sembilan daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah sehingga dihadapkan dengan kotak kosong.

Pilkada tersebut di Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara, Kabupaten Tulang Bawang Barat Lampung, Kabupaten Pati Jawa Tengah, Kabupaten Landak Kalimantan Barat, Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, Kabupaten Maluku Tengah Maluku, Kota Jayapura Papua, serta Kota Sorong dan Kabupaten Tambraw Papua Barat.

Menurut dia, fenomena calon kepala daerah tunggal melawan kotak kosong ini, bukan tidak mungkin terjadi pada pemilu 2019 di mana pasangan calon presiden hanya tunggal dan melawan kotak kosong.

"Perlu ada aturan lebih rinci mengenai calon tunggal, apalagi kotak kosong ada yang memperoleh 28 persen suara," katanya.

Wahyu menambahkan, pasangan calon kepala daerah yang maju dipandang masyarakat tidak menarik juga membuat masyarakat pemilih tidak begitu antusias memberikan pilihan.

Menurut dia, hal ini dapat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih.

(T.R024/R010)