Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian bersama pelaku usaha menyusun rencana aksi untuk memacu kinerja industri mebel dan kerajinan nasional agar mampu tumbuh dan berdaya saing, sebagai salah satu sektor prioritas karena padat karya dan berorientasi ekspor.




“Kami akan menyusun mekanisme SVLK yang lebih sederhana dan dengan biaya yang lebih murah. Kemudian, kami juga akan melakukan pembahasan dengan perbankan untuk mendorong kinerja industri furnitur dan craft, seperti melalui program KUR, pembiayaan perbankan, lembaga pembiayaan ekspor, dan bank pembangunan daerah,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai bertemu Pengurus Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Jakarta.




Menperin, melalui keterangan tertulis, Kamis, mengatakan akan memfasilitasi pembentukan pusat bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produksi industri mebel dan kerajinan dalam negeri.




“Terkait material center, akan diagendakan rapat dengan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah,” tuturnya.




Kedua perusahaan BUMN tersebut, diharapkan secara khusus mendukung kemudahan bagi pelaku industri kecil dan menengah termasuk tentang peningkatan promosi.




Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kompetensi sumber daya manusia, dalam hal ini para perajin, dengan menyiapan pendidikan vokasi.




“Kita akan susun program pendidikan vokasi, tidak hanya yang jangka waktunya panjang, tetapi juga program singkat seperti training satu sampai tiga bulan,” ungkap Airlangga.




Di samping itu, Kemenperin akan meresmikan politeknik khusus pengembangan furnitur di Semarang, Jawa Tengah.




Menperin juga menyampaikan, pihaknya bakal melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencari jalan keluar bagi persoalan pelaku usaha yang mengambil bahan baku dari tanaman rakyat.




Pasalnya, ada kebijakan yang mengatur bahwa pohon yang ditanam rakyat harus di atas tanah bersertifikat.




“Ini yang bisa menjadi hambatan. Untuk itu, kami minta supaya bisa disederhanakan. Apalagi, saat ini kondisi kayu sengon sedang bagus-bagusnya. Kalau ada regulasi ini, dikhawatirkan ekonomi rakyat akan terkena dampak,” paparnya.




Airlangga juga menekankan kepada pelaku industri mebel dan kerajinan nasional agar terus kreatif dan berinovasi sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk dan memenuhi selera pasar saat ini.




“Tahun 2017, kami menargetkan nilai ekspor bisa mencapai USD2 miliar. Kami berkomitmen untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif,” tegasnya,




Sementara itu, Soenoto optimistis target ekspor sebesar USD5 miliar dapat tercapai pada 2019. Untuk itu, ia memberikan apresiasi kepada Kemenperin karena paling responsif terhadap upaya penyelesaian dari kendala yang dihadapi pelaku industri mebel dan kerajinan di dalam negeri.




“Kemenperin menjadi partner sekaligus pembina kami. Langkah yang akan disusun harus dijalankan secara sinergi, termasuk dengan kementerian terkait,” ujarnya.




Maka itu, Soenoto juga meminta agar rapat koordinasi dengan berbagai instansi dapat berjalan secara berkelanjutan sehingga bisa mencari solusi yang tepat.




“Mulai minggu depan, diharapkan rapat koordinasi bisa dimulai untuk fokus membahas permasalahan satu-persatu, misalnya tentang mekanisme SVLK yang tepat. Selanjutnya, soal bahan baku hingga pasar dalam negeri. Contohnya, untuk penggunaan bangku sekolah dari rotan nanti dikoordinasikan dengan Kemendikbud,” jelasnya.




Peningkatan kualitas




Pada kesempatan yang sama, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih menyampaikan telah melakukan berbagai upaya strategis dalam peningkatan kualitas produk dan perajin IKM mebel dan kerajinan. Dalam lima tahun terakhir, pengembangan wirausaha baru dilakukan di 15 lokasi dan pengembangan sentra di 19 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.




“Sebanyak 14 IKM juga sudah mendapatkan bantuan restrukturisasi berupa potongan harga antara 35-45 persen dari pembelian mesin dengan total nilai Rp1,8 miliar, serta pengoptimalan UPT terus dilakukan sebagai upaya untuk mendorong perkembangan IKM furnitur,” paparnya.




Selain itu, Kemenperin juga mendukung pemasaran produk IKM mebel dan kerajinan. Dalam lima tahun terakhir, sekitar 32 IKM telah difasilitasi untuk mengikuti pameran luar negeri seperti di Jerman, Tiongkok, dan Amerikat Serikat.




Sedangkan, sebanyak 39 IKM telah mengikuti pameran dalam negeri. Upaya ini bertujuan untuk mendongkrak nilai ekspor dan mempertinggi peluang buyer dan konsumen dalam melakukan temu bisnis secara langsung.




Terkait SVLK, Menurut Gati, diharapkan kebijakan ini bisa dikaji ulang agar tidak menghambat perkembangan industri mebel dan kerajinan khususnya sektor IKM. “Oleh karena itu, Kemenperin akan mengusulkan beberapa poin, diantaranya keringanan biaya SVLK bagi IKM dan penyederhanaan persyaratan dokumen,” ungkapnya.




Selain itu, lanjut Gati, sebaiknya SVLK tidak diterapkan di sektor hilir karena jika bahan baku sudah legal maka produk turunannya dapat dijamin memakai bahan baku legal. Hal ini juga untuk mencegah overlapping SVLK.




“Tahun ini, kami akan fasilitasi pemberian SVLK untuk 20 IKM,” ujarnya.




Pada tahun 2017, Kemenperin telah menyusun kegiatan dalam pengembangan sentra IKM furnitur di Solo Raya, Ngada NTT, perbatasan Kalimantan Barat seperti Sambas dan Bengkayang. Kegiatan ini berupa pelatihan dan fasilitasi mesin peralatan pengolahan kayu.




Selanjutnya, pemasaran melalui pameran dalam negeri IFEX Jakarta dan JIFFINA Yogyakarta, yang telah diikuti sebanyak 19 IKM di Jepara, Solo dan Yogyakarta pada bulan Maret 2017.




“Kami juga akan melaksanakan workshop lintas stakeholder di Jawa Tengah untuk mendukung ekspor dan peningkatan pemasaran dalam negeri,” imbuhnya.




Kemenperin pun mendukung pendirian Koperasi Industri Mebel dan Kerajinan Solo Raya (KIMKAS) yang beranggotakan IKM furnitur yang orientasi produknya untuk ekspor dan juga untuk mengisi pasar dalam negeri utamanya untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan instansi pemerintahan.




Berdasarkan catatan, pada tahun 2015, terdapat 130 ribu unit IKM furnitur dengan jumlah penyerapan tenaga kerja lebih dari 436 ribu orang dan nilai investasi mencapai Rp5,8 triliun.