Tuntutan kepada Ahok dibacakan Selasa depan, boleh disiarkan langsung
5 April 2017 01:00 WIB
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki ruang sidang untuk menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (4/4/2017). (ANTARA FOTO/Gilang Praja)
Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menetapkan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa 11 April nanti.
"Diperintahkan agar Jaksa mulai besok menyicil tuntutannya dan diharapkan tanggal 11 siap dibacakan. Kemudian mulai tanggal 11 karena telah melewati masa pembuktian, kamera boleh masuk, boleh live. Nanti akan diatur tempatnya," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto sebelum menutup lanjutan sidang Ahok dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan barang bukti di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa malam.
Soal persiapan agenda tuntutan pekan depan itu, Ahok menyatakan itu adalah urusan tim penasihat hukum.
"Kalau dibacakan tuntutan ya kami tinggal duduk dengarkan saja. Ini urusan penasihat hukum," kata Ahok usai sidang ke-17 itu.
Ia memastikan pledoi tim penasihat hukum akan dimajukan dari 18 April menjadi 17 April 2017.
"Kalau tuntutannya tanggal 11, kan hakim bilang tanggal 18 kan terlalu dekat sama Pilkada, dia majukan ke tanggal 17. Berarti tanggal 17 kami akan pembelaan pledoi. Yang pasti hakim mengatakan minggu depan semua televisi boleh live karena bukan pemeriksaan materi," kata Ahok.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sementara Pasal 156a KUHP menyebutkan, pidana penjara selama-lamanya lima tahun kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Diperintahkan agar Jaksa mulai besok menyicil tuntutannya dan diharapkan tanggal 11 siap dibacakan. Kemudian mulai tanggal 11 karena telah melewati masa pembuktian, kamera boleh masuk, boleh live. Nanti akan diatur tempatnya," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto sebelum menutup lanjutan sidang Ahok dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan barang bukti di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa malam.
Soal persiapan agenda tuntutan pekan depan itu, Ahok menyatakan itu adalah urusan tim penasihat hukum.
"Kalau dibacakan tuntutan ya kami tinggal duduk dengarkan saja. Ini urusan penasihat hukum," kata Ahok usai sidang ke-17 itu.
Ia memastikan pledoi tim penasihat hukum akan dimajukan dari 18 April menjadi 17 April 2017.
"Kalau tuntutannya tanggal 11, kan hakim bilang tanggal 18 kan terlalu dekat sama Pilkada, dia majukan ke tanggal 17. Berarti tanggal 17 kami akan pembelaan pledoi. Yang pasti hakim mengatakan minggu depan semua televisi boleh live karena bukan pemeriksaan materi," kata Ahok.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sementara Pasal 156a KUHP menyebutkan, pidana penjara selama-lamanya lima tahun kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017
Tags: