Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad meminta pelaku industri melakukan inovasi dan terobosan untuk mengembangkan keuangan syariah, karena tanpa terobosan, sektor ekonomi berbasis nilai-nilai syariat Islam tersebut akan stagnan.

"Kami belum liat yang fundamental untuk pengembangan syariah. Jika hanya dikerjakan secara business as usual, mustahil akan keluar dari jebakan (pangsa pasar) lima persen," kata Muliaman saat meluncurkan Forum CEO Sikompak Syariah di Jakarta, Senin.

Sikompak Syariah merupakan akronim dari Sinergi Komunikasi, Pemasaran, dan Pengembangan Keuangan Syariah yang didirikan untuk mempercepat pertumbuhan industri jasa keuangan syariah. Forum tersebut akan terdiri dari para pimpinan industri jasa keuangan syariah.

Muliaman meminta pelaku industri keuangan syariah untuk mampu menelurkan produk keuangan yang beragam dan sesuai dengan kebutuhan nasabah industri, sehingga dapat bersaing dengan sektor konvensional.

Muliaman mengingatkan industri keuangan syariah jangan sampai melewatkan potensi ekonomi dari bonus demografi di Indonesia. Apalagi, kata dia, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

"Masyarakat Indonesia ini, terutama kelas menengah, pada umumnya memiliki kemampuan untuk berinvestasi dan usaha. Maka itu perlu produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar dia.

Muliaman menambahkan komitmen dari pemerintah juga sudah cukup kuat dengan berdirinya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo.

"Selain itu sudah ada Undang-Undang Perbankan Syariah dan juga Undang-Undang terkait Surat Berharga Syariah Negara. Jadi perlu ada, pendekatan yang sinergis antara pemerintah, regulator dan industri," ujarnya.

Menurut data OJK, aset perbankan syariah hingga 31 Januari 2017, sebesar Rp353,5 triliun atau baru 5,18 persen dari total aset industri perbankan.

Sedangkan untuk industri pasar modal, aset saham syariah cukup dominan dengan total Rp3.201,03 triliun dengan pangsa pasar 54,68 persen per 10 Maret 2017.