Repatriasi SPH jelang pengampunan pajak berakhir Rp146 triliun
31 Maret 2017 09:18 WIB
Wajib pajak berjalan menuju bilik tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (29/3/2017). (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Statistik amnesti pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menunjukkan jumlah repatriasi berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) yang disampaikan para wajib pajak (WP) mencapai Rp146 triliun menjelang berakhirnya program pengampunan pajak pada Jumat (31/3).
Menurut laman resmi amnesti pajak yang diakses di Jakarta, Jumat pukul 08.00 WIB, jumlah harta berdasarkan SPH mencapai Rp4.766 triliun dengan komposisi deklarasi dalam negeri Rp3.587 triliun, deklarasi luar negeri Rp1.033 triliun, dan repatriasi Rp146 triliun.
Sementara jumlah uang tebusan pengampunan pajak Rp111 triliun dengan komposisi yang masih didominasi oleh orang pribadi non-usaha mikro kecil dan menengah sebesar Rp89,6 triliun.
Sementara itu jumlah surat pernyataan harta telah mencapai 940 ribu SPH, di mana 228 ribu di antaranya disampaikan sepanjang Maret 2017. Peserta amnesti pajak tercatat mencapai 891 ribu wajib pajak.
Data DJP per 29 Maret 2017 juga mencatat kriteria wajib pajak terdaftar 2016 pasca-amnesti pajak mencapai 44 ribu dan wajib pajak daftar 2015/2016 sebelum amnesti pajak 28 ribu.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers Rabu (29/3) juga mengingatkan kewajiban wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak untuk menyampaikan laporan penempatan harta tambahan bagi harta deklarasi dalam negeri dan laporan pengalihan dan realisasi investasi bagi harta repatriasi secara berkala setiap tahun selama tiga tahun.
Laporan pertama disampaikan paling lambat pada 31 Maret 2018 untuk wajib pajak orang pribadi, atau 30 April 2018 untuk wajib pajak badan.
Pascapengampunan pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, periode pengampunan pajak akan berakhir sepenuhnya pada 31 Maret 2017. Program tersebut telah dimulai sejak awal Juli 2016. DJP berkomitmen membina, mengawasi, dan mengingatkan komitmen para wajib pajak, terutama mereka yang telah mengikuti program pengampunan pajak.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, beberapa waktu lalu menegaskan bahwa setelah amnesti pajak berakhir maka DJP akan melakukan penegakan hukum kepada wajib pajak yang belum mendeklarasikan hartanya.
Ken menjelaskan bahwa mengikuti amnesti pajak adalah hak wajib pajak, dan hak otoritas pajak adalah menerapkan penegakan hukum setelah periode pengampunan berakhir.
Penegakan hukum itu dilakukan melalui implementasi Pasal 18 UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak yang berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.
Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.
Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut merupakan wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak.
Menurut laman resmi amnesti pajak yang diakses di Jakarta, Jumat pukul 08.00 WIB, jumlah harta berdasarkan SPH mencapai Rp4.766 triliun dengan komposisi deklarasi dalam negeri Rp3.587 triliun, deklarasi luar negeri Rp1.033 triliun, dan repatriasi Rp146 triliun.
Sementara jumlah uang tebusan pengampunan pajak Rp111 triliun dengan komposisi yang masih didominasi oleh orang pribadi non-usaha mikro kecil dan menengah sebesar Rp89,6 triliun.
Sementara itu jumlah surat pernyataan harta telah mencapai 940 ribu SPH, di mana 228 ribu di antaranya disampaikan sepanjang Maret 2017. Peserta amnesti pajak tercatat mencapai 891 ribu wajib pajak.
Data DJP per 29 Maret 2017 juga mencatat kriteria wajib pajak terdaftar 2016 pasca-amnesti pajak mencapai 44 ribu dan wajib pajak daftar 2015/2016 sebelum amnesti pajak 28 ribu.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers Rabu (29/3) juga mengingatkan kewajiban wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak untuk menyampaikan laporan penempatan harta tambahan bagi harta deklarasi dalam negeri dan laporan pengalihan dan realisasi investasi bagi harta repatriasi secara berkala setiap tahun selama tiga tahun.
Laporan pertama disampaikan paling lambat pada 31 Maret 2018 untuk wajib pajak orang pribadi, atau 30 April 2018 untuk wajib pajak badan.
Pascapengampunan pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, periode pengampunan pajak akan berakhir sepenuhnya pada 31 Maret 2017. Program tersebut telah dimulai sejak awal Juli 2016. DJP berkomitmen membina, mengawasi, dan mengingatkan komitmen para wajib pajak, terutama mereka yang telah mengikuti program pengampunan pajak.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, beberapa waktu lalu menegaskan bahwa setelah amnesti pajak berakhir maka DJP akan melakukan penegakan hukum kepada wajib pajak yang belum mendeklarasikan hartanya.
Ken menjelaskan bahwa mengikuti amnesti pajak adalah hak wajib pajak, dan hak otoritas pajak adalah menerapkan penegakan hukum setelah periode pengampunan berakhir.
Penegakan hukum itu dilakukan melalui implementasi Pasal 18 UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak yang berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.
Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.
Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut merupakan wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: