Banjarmasin (ANTARA News) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan Harymurthy Gunawan mengatakan harga batu bara pada 2017 ini diprediksi akan kembali naik pada posisi 70 dolar AS per metrik ton dibanding 2016 sebesar 65,86 per metrik ton.

Menurut Hary di Banjarmasin, Rabu, perbaikan harga batu bara sejak beberapa bulan terakhir tersebut, sangat mendukung peningkatan kinerja perekonomian di Kalimantan Selatan.

Berdasarkan data Bank Dunia, tambah Hary, harga batu bara pada 2016 tercatat 65,86 dolar AS per metrik ton, lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar 57,50 dolar AS/mt.

Harga batu bara tersebut, tambah dia, masih berpotensi untuk naik menjadi 70 dolar AS/mt pada 2017. Namun cenderung akan kembali turun pada tahun-tahun berikutnya.

Prospek penurunan harga batu bara untuk jangka menengah panjang tersebut, tambah dia, tidak terlepas dari peningkatan penggunaan energi baru terbarukan dan kampanye pelestarian lingkungan.

"Sudah sering saya sampaikan, saat ini Tiongkok telah mulai membatasi penggunaan batu bara dan memperbanyak penggunaan energi baru terbarukan, sehingga ini juga harus diwaspadai oleh pelaku industri di Kalsel," katanya.

Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), tambah dia, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, pembangunan pembangkit baru terbarukan melampaui pembangunan pembangkit berbasis fosil pada tahun 2015.

Sehingga, tambah dia, momentum pemulihan harga batu bara dalam jangka pendek perlu dimanfaatkan untuk mendukung agenda transformasi ekonomi Kalimantan Selatan untuk mencari sumber perekonomian baru di Kalimantan Selatan yang lebih berkelanjutan, di antaranya berupa pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik domestik, hilirisasi atau peningkatan nilai tambah komoditas, serta pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata.

Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 5,28 persen, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,13 persen.

Peningkatan perekonomian utamanya bersumber dari meningkatnya kinerja sektor pertambangan dan sektor pertanian seiring peningkatan ekspor batubara dan pergeseran sebagian panen padi dari triwulan sebelumnya.

Secara keseluruhan tahun 2016 tumbuh 4,38 persen, meningkat dibandingkan dengan tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,83 persen. Peningkatan tahun 2016 ditopang oleh meningkatnya kinerja ekspor dan relatif stabilnya konsumsi rumah tangga (RT).

Dari sisi pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK), inflasi IHK tahunan Kalimantan Selatan pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,57 persen, menurun signifikan dari triwulan III-2016 4,74 persen maupun inflasi 2015 sebesar 5,14.

Penurunan inflasi tahunan utamanya bersumber dari penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar. Selain itu, meredanya tekanan inflasi yang berasal dari komoditas volatile foods di sepanjang tahun 2016 didukung produksi yang meningkat dan pasokan yang terjaga dengan baik.

Tingkat inflasi Kalimantan Selatan pada akhir 2017 diprakirakan lebih tinggi dari 2016, namun masih di dalam kisaran target 4 persen.

Harga energi yang cenderung lebih tinggi pada tahun 2017 membawa risiko terhadap administered price khususnya BBM nonsubsidi. Meski demikian, koordinasi dan program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) semakin diperkuat menghadapi risiko inflasi Kalimantan Selatan ke depan, khususnya dalam membawa inflasi volatile foods ke arah yang lebih rendah.

Terkait analisis perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan di daerah, dan sistem pembayaran, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan telah menerbitkan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) edisi Februari 2017.

Bagi masyarakat yang berminat untuk membaca buku tersebut dapat datang ke Perpustakaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, Jalan Lambung Mangkurat No.15, Banjarmasin atau mengunduh versi digital pada alamat http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/kalsel/Default.aspx.

(T.U004/Y008)