Malang (ANTARA News) - Menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939, ribuan penganut agama Hindu menjalani ibadah "Jalanidhi Puja" di kawasan Pantai Balekambang, Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu.

Pantai Balekambang yang menjadi duplikat Tanah Lot Bali sekaligus sebagai destinasi wisata primadona untuk kategori pantai di Kabupaten Malang itu seketika menjadi sakral sebab di pantai itu juga berdiri Pura Amarta Jati yang berada di tengah Pulau Ismoyo yang berlokasi di tengah laut.

Untuk mencapai pura tersebut harus melewati jembatan penghubung dari bibir pantai hingga puluhan meter menuju Pulau Ismoyo.

Kegiatan ibadah sakral menjelang Nyepi itu dihadiri oleh beberapa pejabat, di antaranya Bupati Malang Rendra Kreshna, anggota Komisi XI DPR RI Andreas Edy Susetyo, dan Kepala BNN Kabupaten Malang I Made Arjana.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang Sutomo Adi Wijoyo menyampaikan rasa syukurnya karena pelaksanaan Jalanidhi Puja didukung penuh oleh Bupati Malang Rendra Kresna sehingga dapat terlaksana dengan baik dan khidmat.

"Kehadiran Pak Rendra kami maknai sebagai pengayom umat Hindu, ini bukti nyata kepedulian dan penghargaan beliau terhadap pelaksanaan ibadah Jalanidhi Puja," kata Sutomo saat memberikan sambutan menjelang ibadah Nyepi di kawasan Pantai Balekambang.

Selain menyampaikan rasa terima kasihnya, Sutomo juga meminta agar pengelola Pantai Balekambang segera memindahkan "flying fox" dari bangunan Pura Amerta Jati karena menganggu peribadatan umat Hindu.

Mendapatkan keluhan PHDI tersebut, Bupati Malang Rendra Kresna langsung memerintahkan pengelola Pantai Balekambang, yakni Perusahaan Daerah (PD) Jasa Yasa untuk segera memindahkan "flying fox" dari bangunan Pura Amerta Jati.

"Kami akan segera memindahkan flying fox dari pura. Kami pun mengucapkan terima kasih karena PHDI sudah memberikan masukan positif. Kemungkinan awal April nanti sudah kami realisasikan pemindahan flying fox-nya," kata Rendra.

Prosesi ibadah Jalanidhi Puja umat Hindu tersebut, tidak hanya dipadati warga lokal (wisatawan domestik), tetapi juga wisatawan asing yang tidak ketinggalan ikut membaur melepas larung sesaji.

"Saya suka, saya kagum dengan upacara ini. Walaupun banyak warga yang beragama lain, mereka ikut membantu. Mereka semua bisa hidup berdampingan dan rukun, bahkan saling membantu dan menghormati," ucap wisatawan asal Australia berdarah campuran Indonesia, Catherine.