Presiden: reforma agraria sejahterakan masyarakat ekonomi terbawah
22 Maret 2017 17:38 WIB
Presiden Joko Widodo saat memberi sambutan pertemuan bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara, Rabu (22/3). Presiden bersama masyarakat adat membahas pembentukan Undang-Undang Masyarakat Adat dan pemberian lahan bagi masyarakat adat. (ANTARA News/Bayu Prasetyo)
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mengingatkan agar program reforma agraria dan perhutanan sosial dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan 40 persen rakyat yang masuk dalam lapisan ekonomi terbawah.
"Saya tekankan agar proses penataan dan redistribusi aset betul-betul dikawal detil dan tepat sasaran sehingga mampu menyentuh 40 persen rakyat yang berada di lapisan ekonomi terbawah," kata Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas (ratas) reforma agraria dan kehutanan sosial di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.
Target Reforma Agraria adalah lahan seluas 9 juta hektar sedangkan Perhutanan Sosial untuk lahan seluas 12,7 juta hektar.
"Saya ingin mengingatkan lagi bahwa semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan lahan, wilayah dan sumber daya alam.
Reforma agraria juga harus menjadi cara baru bukan saja untuk menyelesaikan sengketa agraria antara perusahaan dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah tapi juga cara baru mengatasi kemiskinan, mengatasi ketimpangan sosial ekonomi, khusus pedesaan," tambah Presiden.
Pemerintah saat ini menargetkan Reforma Agraria untuk 9 juta hektar lahan dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar lahan.
"Untuk itu saya minta menteri ATR/kepala BPN untuk fokus bukan saja menuntaskan program sertifikasi lahan, terutama masyarakat tidak mampu tapi juga melakukan pendataan dan penataan sekitar 4,9 juta hektar tanah negara yang bisa diberikan kepemilikannya kepada rakyat, termasuk di dalamnya tanah dan hak guna usaha yang tidak diperpanjang serta tanah-tanah terlantar," ungkap Presiden.
Presiden juga meminta reforma agraria mencakup penataan sekitar 4,85 juta hektar hutan negara yang berada di bawah lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Agar masyarakat terutama yang masuk dalam lapisan 40 persen terbawah dapat memiliki akses legal terhadap tanah yang dapat dikelola sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan," tambah Presiden.
Sedangkan terkait perhutanan sosial, ia mengingatkan kembali target 12,7 juta hektar lahan untuk perhutanan sosial termasuk di dalamnya hutan desa dan hutan adat.
"Tadi pagi saya juga sudah bertemu dengan AMAN, Aliansi Masyarkat Adat Nusantara, dan kita tahu pemerintah sudah memberikan pengakuan resmi kepada tanah adat yang sudah kita mulai pada bulan Desember yang lalu. Ini akan terus dikerjakan dan jumlah area yang telah berhasil diverifikasi meningkat secara signifikan dan kita ingin betul-betul menjadi sebuah fokus pekerjaan kita agar betul-betul redistribusi aset, yang namanya reforma agraria bisa benar-benar diselesaikan," tegas Presiden.
Program reformasi agraria di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dengan program perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kedua program itu berbeda karena reformasi agraria menekankan pada aspek redistribusi lahan, sedangkan hutan sosial lebih menekankan pada akses terhadap lahan.
Reforma agraria atau legal formal disebut pembaruan agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).
Dalam tataran operasional reformasi agraria di Indonesia dilaksanakan melalui dua langkah yaitu pertama, penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan Pancasila, UUD 1945 dan UU Pokok Agraria. Kedua, proses penyelenggaraan reforma agraria plus, yaitu penataan aset tanah bagi masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik.
Sedangkan program perhutanan sosial membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah.
Setelah disetujui, masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan sehingga masyarakat akan mendapat berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam areal yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Program perhutanan sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian sehingga rakyat boleh memakai hutan untuk menanami sesuatu secara legal, tapi bukan memiliki.
Wilayah yang diusulkan untuk menjadi provinsi percontohan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial adalah Sulawesi Tengah. Saat ini, provinsi tersebut sudah memasukkan program ini dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, sudah ada alokasi anggaran dan gugusnya, sehingga akan mempermudah proses birokrasi karena adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat.
(D017/J003)
"Saya tekankan agar proses penataan dan redistribusi aset betul-betul dikawal detil dan tepat sasaran sehingga mampu menyentuh 40 persen rakyat yang berada di lapisan ekonomi terbawah," kata Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas (ratas) reforma agraria dan kehutanan sosial di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.
Target Reforma Agraria adalah lahan seluas 9 juta hektar sedangkan Perhutanan Sosial untuk lahan seluas 12,7 juta hektar.
"Saya ingin mengingatkan lagi bahwa semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan lahan, wilayah dan sumber daya alam.
Reforma agraria juga harus menjadi cara baru bukan saja untuk menyelesaikan sengketa agraria antara perusahaan dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah tapi juga cara baru mengatasi kemiskinan, mengatasi ketimpangan sosial ekonomi, khusus pedesaan," tambah Presiden.
Pemerintah saat ini menargetkan Reforma Agraria untuk 9 juta hektar lahan dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar lahan.
"Untuk itu saya minta menteri ATR/kepala BPN untuk fokus bukan saja menuntaskan program sertifikasi lahan, terutama masyarakat tidak mampu tapi juga melakukan pendataan dan penataan sekitar 4,9 juta hektar tanah negara yang bisa diberikan kepemilikannya kepada rakyat, termasuk di dalamnya tanah dan hak guna usaha yang tidak diperpanjang serta tanah-tanah terlantar," ungkap Presiden.
Presiden juga meminta reforma agraria mencakup penataan sekitar 4,85 juta hektar hutan negara yang berada di bawah lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Agar masyarakat terutama yang masuk dalam lapisan 40 persen terbawah dapat memiliki akses legal terhadap tanah yang dapat dikelola sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan," tambah Presiden.
Sedangkan terkait perhutanan sosial, ia mengingatkan kembali target 12,7 juta hektar lahan untuk perhutanan sosial termasuk di dalamnya hutan desa dan hutan adat.
"Tadi pagi saya juga sudah bertemu dengan AMAN, Aliansi Masyarkat Adat Nusantara, dan kita tahu pemerintah sudah memberikan pengakuan resmi kepada tanah adat yang sudah kita mulai pada bulan Desember yang lalu. Ini akan terus dikerjakan dan jumlah area yang telah berhasil diverifikasi meningkat secara signifikan dan kita ingin betul-betul menjadi sebuah fokus pekerjaan kita agar betul-betul redistribusi aset, yang namanya reforma agraria bisa benar-benar diselesaikan," tegas Presiden.
Program reformasi agraria di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dengan program perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kedua program itu berbeda karena reformasi agraria menekankan pada aspek redistribusi lahan, sedangkan hutan sosial lebih menekankan pada akses terhadap lahan.
Reforma agraria atau legal formal disebut pembaruan agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).
Dalam tataran operasional reformasi agraria di Indonesia dilaksanakan melalui dua langkah yaitu pertama, penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan Pancasila, UUD 1945 dan UU Pokok Agraria. Kedua, proses penyelenggaraan reforma agraria plus, yaitu penataan aset tanah bagi masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik.
Sedangkan program perhutanan sosial membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah.
Setelah disetujui, masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan sehingga masyarakat akan mendapat berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam areal yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Program perhutanan sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian sehingga rakyat boleh memakai hutan untuk menanami sesuatu secara legal, tapi bukan memiliki.
Wilayah yang diusulkan untuk menjadi provinsi percontohan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial adalah Sulawesi Tengah. Saat ini, provinsi tersebut sudah memasukkan program ini dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, sudah ada alokasi anggaran dan gugusnya, sehingga akan mempermudah proses birokrasi karena adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat.
(D017/J003)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: