Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Fintech Indonesia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lebih serius menunjukkan komitmennya dalam membangun industri teknologi finansial (financial technology/fintech) khususnya usaha peer-to-peer (p2p) lending atau kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi.

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia Adrian Gunadi mengatakan telah tiga bulan sejak dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.1/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, namun belum tampak perkembangan signifikan dalam hal jumlah perusahaan fintech yang mendapatkan izin usaha dari OJK.

Sebaliknya, lanjut Adrian, banyak perusahaan fintech yang menemui kesulitan dalam mendapatkan informasi yang jelas seputar teknis pendaftaran layanan pinjam meminjam di OJK.

"Situasi ini menyulitkan para pelaku usaha dan berimbas pada kinerja perusahaan, padahal animo masyarakat terhadap bisnis fintech peer-to-peer lending sangat besar," ujar Adrian saat diskusi dengan awak media di Jakarta, Selasa.

Adrian mengharapkan respon yang lebih serius dari OJK dalam perannya sebagai regulator, agar mampu menciptakan ekosistem industri yang lebih kondusif bagi pertumbuhan pasar.

Per Maret 2017, baru tercatat sebanyak 27 perusahaan fintech dengan skema peer-to-peer lending dan crowdfunding (penggalangan dana) yang telah mendaftarkan diri untuk menjadi badan usaha. Dari jumlah tersebut, hampir seluruhnya hanya menerima tanda bukti terima dokumen pendaftaran saja, tapi belum menerima surat keterangan telah mendaftar. Hal tersebut dinilai menjadi penghambat bagi proses pengajuan perizinan usaha selanjutnya.

Perusahaan-perusahaan tersebut kini juga sedang berusaha memenuhi aturan minimum permodalan yang ditetapkan regulator yakni Rp2,5 miliar untuk mengajukan perizinan. Saat mendaftar, perusahaan diwajibkan memiliki modal disetor minimal Rp1 miliar untuk perusahaan fintech yang berbadan hukum perseroan maupun koperasi.

Berdasarkan data Riset Statista, sedikitnya 157 perusahaan rintis fintech yang saat ini beroperasi dengan aktif di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai 18,64 miliar dolar AS. Dari total jumlah pelaku tersebut, sektor pinjaman dan pembiayaan personal mencapai 25 persen dan diprediksi untuk terus tumbuh sejalan dengan potensi pasar yang masih besar.