G20 dengan Jerman sebagai pemimpin kali ini gagal mengatasi hambatan-hambatan proteksionisme blok-blok perdagangan dan negara-negara kuat di dunia.
Proteksionisme ini mendapat aktualisasi dan aksentuasi yang makin kuat setelah pemeo America First jelas-jelas dinyatakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada pelantikannya, di Wahington DC, 20 Januari lalu.
Mulyani yang baru menghadiri pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 di Jerman, mengatakan, menteri keuangan dari negara anggota di Eropa, Asia, dan Amerika Latin menyadari dampak buruk proteksionisme.
Baca juga: (Menlu: G20 berkontribusi ciptakan dunia aman stabil)
Untuk itu, ia menambahkan, meski belum ada kesepakatan mengenai pentingnya menjaga perdagangan dunia berdasarkan aturan global dalam pertemuan di Jerman, komunike Forum G20 mengenai perdagangan internasional bisa segera disetujui.
"Mereka berharap agar G20 tetap bisa memberikan komitmen, karena proteksionisme bisa menimbulkan perang dagang dan mata uang yang dampaknya destruktif, tidak hanya ke negara G20, namun juga ke semua negara," katanya.
Mulyani mengharapkan pembahasan komitmen perdagangan internasional bisa disepakati dalam pertemuan G20 tingkat pemimpin karena kerjasama ini sangat penting untuk mendorong kinerja perekonomian global.
"Oleh karena itu, tone-nya diupayakan agar arahnya makin positif di pertemuan akan datang, sehingga kerjasama kebijakan dan komitmen menjaga perdagangan internasional secara terbuka dan adil akan dilakukan," katanya.
Mulyani mengatakan, dalam pertemuan G20 tingkat pemimpin, Indonesia akan menyuarakan pentingnya kebijakan ekonomi internasional, karena sektor ekspor merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional.
"Indonesia negara terbuka dan ekspor menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Maka kita harapkan perdagangan internasional tetap terbuka dan Indonesia bisa melakukan perdagangan itu berdasarkan tingkat kompetitif kita," katanya.
Menurut Mulyani, salah satu cara yang bisa mendorong kinerja ekspor adalah dengan memperkuat hubungan bilateral untuk membuka pasar baru dan tidak lagi mengandalkan tujuan konvensional seperti China dan Amerika Serikat.
"Kita berharap Indonesia membuka pasar baru. Banyak peluang diantara negara G20 non Amerika Serikat, karena kita punya saluran perdagangan langsung cukup banyak. Kita harus memperkuat hubungan bilateral dengan yang masih terbuka, termasuk Amerika Serikat, meski kebijakan perdagangan Amerika Serikat belum pasti," katanya.
Isu perdagangan internasional sempat menjadi pembahasan dalam pertemuan G20 di Baden-Baden, Jerman, pada 17-18 Maret 2017, karena komitmen ini penting untuk menghindari devaluasi nilai tukar untuk semata-mata tujuan kompetisi perdagangan masing-masing negara.
Namun, komitmen itu belum bisa disepakati sehingga memberikan sinyal bahwa aturan yang mengikat secara global tidak lagi menjadi dasar hubungan ekonomi dan perdagangan dunia. Dengan demikian, negara kuat bisa mendikte dan mendominasi hubungan menurut kepentingan sendiri bukan kesepakatan bersama.
Meski komunike bidang perdagangan tidak tercapai kesepakatan, Pertemuan G20 ini mampu mempertegas komitmen dalam mendukung strategi pertumbuhan yang lebih kuat, berkesinambungan, berimbang dan inklusif untuk menjaga momentum pertumbuhan global dalam jangka panjang.
Baca juga: (Indonesia ingatkan penguatan pertumbuhan di G20)
Mulyani yang baru menghadiri pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 di Jerman, mengatakan, menteri keuangan dari negara anggota di Eropa, Asia, dan Amerika Latin menyadari dampak buruk proteksionisme.
Baca juga: (Menlu: G20 berkontribusi ciptakan dunia aman stabil)
Untuk itu, ia menambahkan, meski belum ada kesepakatan mengenai pentingnya menjaga perdagangan dunia berdasarkan aturan global dalam pertemuan di Jerman, komunike Forum G20 mengenai perdagangan internasional bisa segera disetujui.
"Mereka berharap agar G20 tetap bisa memberikan komitmen, karena proteksionisme bisa menimbulkan perang dagang dan mata uang yang dampaknya destruktif, tidak hanya ke negara G20, namun juga ke semua negara," katanya.
Mulyani mengharapkan pembahasan komitmen perdagangan internasional bisa disepakati dalam pertemuan G20 tingkat pemimpin karena kerjasama ini sangat penting untuk mendorong kinerja perekonomian global.
"Oleh karena itu, tone-nya diupayakan agar arahnya makin positif di pertemuan akan datang, sehingga kerjasama kebijakan dan komitmen menjaga perdagangan internasional secara terbuka dan adil akan dilakukan," katanya.
Mulyani mengatakan, dalam pertemuan G20 tingkat pemimpin, Indonesia akan menyuarakan pentingnya kebijakan ekonomi internasional, karena sektor ekspor merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional.
"Indonesia negara terbuka dan ekspor menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Maka kita harapkan perdagangan internasional tetap terbuka dan Indonesia bisa melakukan perdagangan itu berdasarkan tingkat kompetitif kita," katanya.
Menurut Mulyani, salah satu cara yang bisa mendorong kinerja ekspor adalah dengan memperkuat hubungan bilateral untuk membuka pasar baru dan tidak lagi mengandalkan tujuan konvensional seperti China dan Amerika Serikat.
"Kita berharap Indonesia membuka pasar baru. Banyak peluang diantara negara G20 non Amerika Serikat, karena kita punya saluran perdagangan langsung cukup banyak. Kita harus memperkuat hubungan bilateral dengan yang masih terbuka, termasuk Amerika Serikat, meski kebijakan perdagangan Amerika Serikat belum pasti," katanya.
Isu perdagangan internasional sempat menjadi pembahasan dalam pertemuan G20 di Baden-Baden, Jerman, pada 17-18 Maret 2017, karena komitmen ini penting untuk menghindari devaluasi nilai tukar untuk semata-mata tujuan kompetisi perdagangan masing-masing negara.
Namun, komitmen itu belum bisa disepakati sehingga memberikan sinyal bahwa aturan yang mengikat secara global tidak lagi menjadi dasar hubungan ekonomi dan perdagangan dunia. Dengan demikian, negara kuat bisa mendikte dan mendominasi hubungan menurut kepentingan sendiri bukan kesepakatan bersama.
Meski komunike bidang perdagangan tidak tercapai kesepakatan, Pertemuan G20 ini mampu mempertegas komitmen dalam mendukung strategi pertumbuhan yang lebih kuat, berkesinambungan, berimbang dan inklusif untuk menjaga momentum pertumbuhan global dalam jangka panjang.
Baca juga: (Indonesia ingatkan penguatan pertumbuhan di G20)