Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia meramalkan produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,2 persen di 2017 atau lebih tinggi dari realisasi sepanjang 2016 yang mencapai 5,02 persen.

Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves, dalam peluncuran laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly) edisi Maret 2017 di Jakarta, Rabu, menjelaskan salah satu faktor pendorong pertumbuhan itu adalah konsumsi rumah tangga yang naik karena rupiah yang stabil mampu meningkatkan kepercayaan konsumen.

Dalam laporan tersebut juga dijelaskan upah riil yang lebih tinggi dan angka pengangguran yang terus menurun memberikan dukungan bagi peningkatan daya beli konsumen.

"Setelah mencapai pertumbuhan yang kuat pada 2016, proyeksi ekonomi Indonesia untuk 2017 akan positif. Indonesia akan terus merasakan manfaat dari kelanjutan reformasi struktural," kata Rodrigo.

Pertumbuhan investasi swasta juga diperkirakan meningkat oleh karena harga komoditas yang sudah pulih kembali. Harga komoditas yang lebih tinggi juga akan mengurangi kendala fiskal dan meningkatkan belanja pemerintah.

Bank Dunia merekomendasikan perlu ada semangat dalam menjaga perekonomian pada lajur perubahan struktural yang terus-menerus dilakukan untuk dapat lebih meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi.

"Juga harus memastikan pertumbuhan ekonomi berjalan inklusif, sehingga memberi peluang bagi seluruh rakyat," ucap Rodrigo.



Risiko Penurunan

Dalam kesempatan yang sama, Rodrigo juga menjelaskan ketidakpastian global serta dinamika fiskal masih membawa risiko penurunan pertumbuhan.

Faktor ketidakpastian global tersebut antara lain terkait hasil pemilihan umum di negara-negara Eropa di tengah meningkatnya sentimen proteksionisme.

Selain itu, normalisasi moneter oleh Bank Sentral (Federal Reserve) Amerika Serikat dan peningkatan suku bunga Federal antarbank (Fed Funds Rate) juga perlu menjadi perhatian.

Rodgrigo mengatakan dinamia politik global tersebut dapat memengaruhi arus perdagangan global. Misalkan muncul hambatan perdagangan antara AS dan China, maka hal tersebut akan berdampak ke Indonesia.

Bank Dunia menilai ketidakpastian di pasar keuangan dan modal dapat membebani pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah.

Selain itu, peningkatan laju inflasi berkepanjangan dapat menyebabkan konsumsi menurun, yang mengakibatkan pertumbuhan output yang lebih rendah.

Bank Dunia meramalkan inflasi akan naik untuk sementara menjadi 4,3 persen (2017) dari 3,5 persen (2016) akibat tarif listrik dan pajak kendaraan bermotor.

Neraca defisit berjalan juga diperkirakan berada di titik terendah dalam lima tahun terakhir, yaitu sebesar 1,8 persen dari PDB, tidak berubah dari 2016, akibat harga komoditas yang lebih tinggi.

Sementara itu, defisit anggaran pemerintah pusat diproyeksikan naik menjadi 2,6 persen dari PDB, sebagian karena tingginya belanja investasi.