Samarinda (ANTARA News) - Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III bersama pihak terkait menggelar "talkshow" sekaligus kampanye peduli sungai dalam rangkaian peringatan Hari Air Sedunia XXV, dengan mengarungi Sungai Mahakam menggunakan kapal wisata Pesut.

"Kami ingin talkshow di kapal wisata narasumber dari akademisi, pakar air, dan sejumlah pihak terkait ini bisa menjadi langkah awal serius dalam tindakan riil menyelamatkan sungai," ujar Kepala BWS Kalimantan III Arief Rachman dalam acara itu di Samarinda, Selasa.

Dia menjelaskan Sungai Mahakam hingga kini masih menjadi urat nadi perekonomian bagi Provinsi Kaltim karena menjadi jalur angkutan batu bara dan kegiatan ekonomi lainnya.

Di sisi lain, keberadaan sungai justru tidak dijaga karena masih banyak limbah dan sampah yang dibuang ke sungai. Padahal aset tersebut harus diwariskan kepada anak cucu, sehingga air sungai yang akan diwariskan harus bersih atau tidak tercemar.

Untuk itu, katanya, harus ada tindakan nyata terhadap kondisi saat ini dengan kegiatan yang terintegrasi.

"Karena itu seharusnya sekarang tidak ada lagi baru rencana, melainkan sudah berbuat dan mengelola air dengan baik," katanya.

Ia menyebutkan seharusnya restorasi sungai sudah digalakkan semua provinsi sehingga semakin banyak berkurang sungai yang tidak sehat, karena sungai merupakan sumber kehidupan.

"Restorasi sungai yang berhasil dijalankan sejumlah daerah, di antaranya di Semarang, yakni Sungai Kaligarang, ada restorasi yang berhasil adalah sungai di Surabaya," ujarnya ketika mengarungi Mahakam dengan rute Pelabuhan Kantor Gubernur-Sungai Meriam tersebut.

Ketua Forum DAS Kaltim Mislan dalam kesempatan itu, mengatakan di Kaltim terdapat banyak sungai yang kondisinya buruk dan memprihatinkan, sehingga perlu dilakukan kerja sama dengan semua pihak untuk menyehatkan kembali sungai.

Ia juga menyatakan sekarang saatnya pemerintah memiliki cetak biru dalam melaksanakan restorasi sungai, bukan sekadar rencana program yang tanpa realisasi.

Mislan menyebutkan tak jarang ekosistem untuk air dijarah, dirusak, dan dihancurkan. Tak disangkal pula, ratusan bahkan ribuan sungai rusak, lahan kritis menghebat dan akhirnya bencana datang bertubi-tubi.

"Ironisnya manusia mengaku sebagai korban bencana alam, seolah mereka lupa bahwa merekalah pelaku utama kerusakan alam yang menyebabkan bencana tersebut," kata Mislan.