Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VII Satya Widya Yudha menyebutkan ada tujuh poin yang menjadi perdebatan mengenai revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas). di antaranya perdebatan tata kelola sektor hulu Migas.

"Masih ada hal-hal yang menjadi perdebatan, dan prosesnya sekarang akan diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg)," kata Satya Widya Yudha di Jakarta, Selasa.

Perdebatan tersebut antara lain pertama, terkait tata kelola sektor hulu. Institusi pelaksana sektor hulu, bentuk, struktur, tugas dan kewenangan serta pemengang kuasa pertambangan masih dibahas pembentukannya.

Kedua, bentuk kontrak. Untuk bentuk kontrak pembahasannya dalam hal jenis kontrak yang dapat dipakai, jangka waktu kontrak, skema bagi hasil, kedaulatan negara dan klausul yang dapat memberikan kepastian hukum.

Sedangkan yang ketiga adalah privilege atau hak istimewa untuk NOC (Pertamina) dan Perusahaan Domestik. Privilege tersebut berkaitan antara lain terkait untuk mendapatkan wilayah kerja baru dan mendapatkan wilayah kerja yang akan segera habis.

Selain itu juga perhitungan Participating Interest (PI) atau hak berpartisipasi, misal berapa persen bagian Pertamina dan definisi Perusahaan Domestik itu sendiri.

Keempat adalah, hak bagian untuk pemerintah daerah. Contohnya adalah bagaimana bentuk privilege yang diharapkan dapat memberikan rasa kepemilikan sehingga dapat mempermudah proses perizinan dan mengurangi tuntutan pemerintah daerah.

Kelima, perdebatan juga menyinggung masalah kesehatan, dampak lingkungan dan kesejahteraan sendiri bagi pihak terkait.

Keenam, pembahasan RUU migas juga memfokuskan pada petroleum fund atau pendanaan bagi upaya pengembangan migas serta pencariannnya.

Pokok perdebatan yang ketujuh adalah pada sektor hilir. Misalnya untuk penetapan kebijakan harga, privatisasi, berapa persen kewajiban memenuhi kebutuhan dalam negeri (diluar DMO), beroperasi dengan Izin dan pembentukan Badan Usaha Penyangga sebagai induk.

"Bisa jadi nanti dibentuk Badan Usaha Khusus, tapi bukan BUMN, karena untuk BUMN itu domisi bagi Komisi VI. Nanti bisa bertabrakan, karena banyak bersinggungan," kata Satya.

(A072/A029)