Jakarta (ANTARA News) - Indonesia bersama negara-negara ekonomi maju di G-20 berjanji memperkuat pertumbuhan dan resiliensi ekonomi global melalui sinergi kebijakan moneter, fiskal dan reformasi struktural.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, mengatakan, Indonesia mendukung fokus Presidensi Jerman, Frank Walter Steinmeier, yang menekankan penerapan komitmen negara G-20 melalui strategi pertumbuhan, khususnya untuk komitmen reformasi struktural.


Pertemuan G-20 di Baden-Baden Jerman, merupakan pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara anggota pada 17-18 Maret 2017. Martowardojo turut hadir bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Baca juga: (Bank Dunia proyeksikan pertumbuhan ekonomi global naik tahun ini)

Baca juga: (PBB prediksi pertumbuhan global moderat untuk 2017 dan 2018)

"Hal itu guna mewujudkan target pertambahan pertumbuhan kolektif negara G-20 sebesar dua persen pada 2018, dalam periode lima tahun sejak 2014," kata Martowardojo, melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Senin.

Agus mengatakan Indonesia juga mendukung agenda Presidensi Jerman dalam penyusunan Panduan Resiliensi (Note of Resiliency) sebagai rujukan tidak mengikat bagi negara G-20 guna memperkuat resiliensi ekonomi.

Baca juga: (Dolar AS melemah di tengah ketidakpastian kenaikan suku bunga)

"Upaya penguatan resiliensi itu juga didukung dengan penguatan Jaring Pengaman Keuangan Global (Global Financial Safety Net/GFSN), dengan IMF berperan utama, dan adanya kolaborasi antara Jaring Pengaman Keuangan Regional (Regional Financial Arrangement/RFA) dan IMF," kata dia.

Indonesia, kata dia, mengharapkan instrumen bantuan likuiditas baru dari Dana Moneter Internasional yang serupa dengan fasilitas barter atau swap dapat segera diluncurkan.

Baca juga: (BI terus pantau perkembangan ekonomi global)

Di sisi lain, dalam forum itu, Indonesia juga mendukung pembahasan manajemen aliran modal (capital flows management atau CFM). Menurut Martowardojo, CFM diperlukan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan mencegah risiko dari volatilitas derasnya aliran modal.

"Indonesia juga mendukung upaya mengatasi kerentanan struktural dari kegiatan pengelolaan aset, shadow banking, transaksi di luar bursa, lembaga pengimbang sentral, permodalan Basel 3 dan risiko misconduct," kata dia.

Baca juga: (Luhut: Indonesia harus siap hadapi perubahan global)

Baca juga: (Presiden Jokowi: Provinsi terdampak ekonomi global harus dibantu)