Medan (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menemukan adanya dugaan persekongkolan dalam penetapan tarif handling yang dilakukan PT Artha Samudera Kontindo dan PT Sarana Gemilang di kawasan Tempat Penimbunan Pabean KPP Bea Cukai Belawan.

"KPPU sudah lama melakukan penyelidikan dugaan persekongkolan di KPP Bea Cukai Belawan tersebut dan kini sudah masuk ke dalam tahapan sidang pendahuluan di KPPU," ujar Majelis Komisi KPPU Kamser Lumbanradja di Medan, Jumat.

Menurut dia, bukti-bukti kuat dalam persekongkolan yang dilakukan dua perusahaan dengan KPP Bea Cukai Belawan itu sudah memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dari hasil sidang pendahuluan, para komisioner KPPU telah memutuskan bahwa telah terjadi persekongkolan di Bea Cukai Belawan sehingga surat panggilan terhadap PT Artha Samudera Kontindo, PT Sarana Gemilang dan KPP Bea Cukai Belawan sudah dikirimkan ke masing-masing perusahaan.

Ketua KPPU Medan Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, perkara itu berawal dari laporan masyarakat dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan terhadap PT Artha Samudra Kontindo sebagai Terlapor I dan PT Sarana Gemilang sebagai Terlapor II.

Setelah diselidiki, memang ada ditemukan kesepakatan bersama penentuan tarif handling TPP KPP Bea Cukai Belawan sehingga menimbulkan persekongkolan.

"Terdapat kesepakatan bersama atas tarif jasa handling di tempat penimbunan pabean di Bea Cukai Belawan yang dituangkan dalam bentuk tertulis sebagai bentuk perjanjian antara pengelola TPP KPP Bea Cukai Belawan, yaitu PT Artha Samudra Kontindo dengan PT Sarana Gemilang," kata Abdul Hakim.

Padahal bahwa perjanjian untuk menetapkan persaingan harga dengan cara menaikkan, menurunkan, menetapkan atau menstabilkan harga adalah perbuatan yang jelas dilarang.

"Tidak peduli material harga yang tetap itu adalah harga maksimum, harga minimum atau harga pasar dan walaupun itu reasonable. Persekongkolan tetap dilarang," katanya.

Sesuai ketentuan, ancaman pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kedua perusahaan itu terancam dikenakan denda masing-masing Rp25 miliar.