PBB: kesetaraan gender akan hasilkan manfaat ekonomi
17 Maret 2017 04:11 WIB
ilustrasi: Aksi Hari Perempuan Internasional Massa wanita melakukan aksi pada peringatan Hari Perempuan Internasional di kawasan Monuman Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (8/3/2017). Dalam aksinya mereka menyuarakan penolakan terhadap diskriminasi dan sistem patriarki, serta permasalahan ketenagakerjaan yang menyangkut hak-hak perempuan. (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso) ()
Jakarta (ANTARA News) - Residen Koordinator PBB untuk Indonesia Douglas Broderick menilai kesetaraan gender yang mensyaratkan partisipasi penuh perempuan dalam dunia kerja, perlu diwujudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar demi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan 2030.
"Perempuan harus aktif dalam kegiatan ekonomi di seluruh dunia karena percepatan kesetaraan gender akan menambah 12 triliun dolar terhadap pertumbuhan global," kata Douglas dalam diskusi memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Kamis malam.
Dalam acara bertajuk "Breaking Gender Barriers" yang diselenggarakan UN Women, Uni Eropa, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) itu, ia menuturkan bahwa belum ada satupun negara di dunia yang telah berhasil mengatasi persoalan kesenjangan gender.
Di Indonesia misalnya, partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja cukup jauh di bawah laki-laki dengan 53 persen representasi perempuan usia kerja dibandingkan laki-laki usia kerja yang representasinya mencapai 85 persen.
Selain itu, perempuan yang ruang geraknya masih dibatasi oleh ekspektasi peran-peran tradisional dan stereotip gender, memiliki penghasilan 30 persen lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Kondisi tersebut mengharuskan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk membantu perempuan mengembangkan inisiatif berkarya dan memberikan kesempatan memimpin, seperti yang sedang digalakkan oleh gerakan-gerakan perempuan di berbagai negara.
Sesuai dengan tema Hari Perempuan Internasional yakni "Perempuan dalam Perubahan Dunia Kerja: Planet 50-50 pada 2030", PBB mengusulkan beberapa aksi yang dapat dilakukan antara lain memastikan kebijakan ekonomi yang berlandaskan keadilan gender, mengakui peran perempuan dalam pekerjaan yang dibayar selain pekerjaan rumah tangga, dan mempercayai lebih banyak perempuan memegang posisi pemimpin.
"Kita harus menghargai pekerjaan perempuan, terutama perempuan yang bekerja di sektor informal dan seringkali tidak dibayar, karena bagaimanapun partisipasi mereka tetap menjadi landasan perekonomian global," ujar Douglas.
Perempuan juga harus didorong untuk melakukan peran-peran non-tradisional dengan mendukung mereka bekerja di bidang yang didominasi laki-laki, untuk mematahkan anggapan tabu yang selama ini berkembang serta meningkatkan pertumbuhan industri.
Memiliki misi yang sama dengan PBB, Uni Eropa juga telah bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk membangun masyarakat yang secara ekonomi dan politik lebih inklusif bagi perempuan melalui pemberdayaan ekonomi, kewirausahaan perempuan, program pembangunan kapasitas, peningkatan partisipasi politik, serta kebijakan yang responsif terhadap keadilan gender.
"Upaya Indonesia terhadap agenda kesetaraan masyarakat terus maju secara signifikan. Di samping agenda yang sedang kami jalankan, setiap hari adalah perjuangan untuk perwujudan kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari perempuan baik dalam rumah tangga maupun di lingkungan tempat bekerja," tutur Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Gurend.
"Perempuan harus aktif dalam kegiatan ekonomi di seluruh dunia karena percepatan kesetaraan gender akan menambah 12 triliun dolar terhadap pertumbuhan global," kata Douglas dalam diskusi memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Kamis malam.
Dalam acara bertajuk "Breaking Gender Barriers" yang diselenggarakan UN Women, Uni Eropa, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) itu, ia menuturkan bahwa belum ada satupun negara di dunia yang telah berhasil mengatasi persoalan kesenjangan gender.
Di Indonesia misalnya, partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja cukup jauh di bawah laki-laki dengan 53 persen representasi perempuan usia kerja dibandingkan laki-laki usia kerja yang representasinya mencapai 85 persen.
Selain itu, perempuan yang ruang geraknya masih dibatasi oleh ekspektasi peran-peran tradisional dan stereotip gender, memiliki penghasilan 30 persen lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Kondisi tersebut mengharuskan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk membantu perempuan mengembangkan inisiatif berkarya dan memberikan kesempatan memimpin, seperti yang sedang digalakkan oleh gerakan-gerakan perempuan di berbagai negara.
Sesuai dengan tema Hari Perempuan Internasional yakni "Perempuan dalam Perubahan Dunia Kerja: Planet 50-50 pada 2030", PBB mengusulkan beberapa aksi yang dapat dilakukan antara lain memastikan kebijakan ekonomi yang berlandaskan keadilan gender, mengakui peran perempuan dalam pekerjaan yang dibayar selain pekerjaan rumah tangga, dan mempercayai lebih banyak perempuan memegang posisi pemimpin.
"Kita harus menghargai pekerjaan perempuan, terutama perempuan yang bekerja di sektor informal dan seringkali tidak dibayar, karena bagaimanapun partisipasi mereka tetap menjadi landasan perekonomian global," ujar Douglas.
Perempuan juga harus didorong untuk melakukan peran-peran non-tradisional dengan mendukung mereka bekerja di bidang yang didominasi laki-laki, untuk mematahkan anggapan tabu yang selama ini berkembang serta meningkatkan pertumbuhan industri.
Memiliki misi yang sama dengan PBB, Uni Eropa juga telah bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk membangun masyarakat yang secara ekonomi dan politik lebih inklusif bagi perempuan melalui pemberdayaan ekonomi, kewirausahaan perempuan, program pembangunan kapasitas, peningkatan partisipasi politik, serta kebijakan yang responsif terhadap keadilan gender.
"Upaya Indonesia terhadap agenda kesetaraan masyarakat terus maju secara signifikan. Di samping agenda yang sedang kami jalankan, setiap hari adalah perjuangan untuk perwujudan kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari perempuan baik dalam rumah tangga maupun di lingkungan tempat bekerja," tutur Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Gurend.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: