BI: pasar sudah beradaptasi dengan kenaikan FFR
16 Maret 2017 23:30 WIB
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo memberi keterangan pers di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (16/3/2017). Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,75 persen. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) tidak menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi karena pelaku pasar keuangan sudah beradaptasi dengan kebijakan tersebut.
"Kenaikan itu sudah di-price in dalam kalkulasi pelaku pasar," kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis malam.
Dody menjelaskan bahwa keputusan Bank Sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin justru direspons positif oleh pelaku pasar sehingga terjadi penguatan rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Artinya, yang kami khawatirkan dari kenaikan Fed Fund Rate akan diikuti dengan pelemahan nilai tukar di negara emerging atau bursa tidak terjadi. Ini kami lihat masih positif," katanya.
Dody mengatakan bahwa aliran modal masih masuk ke perekonomian hingga 13 Maret 2017 mencapai 2,2 miliar dolar AS. Indonesia masih dipandang positif dari sisi fundamental serta imbal hasil dari penjualan surat berharga negara.
Stabilitas perekonomian saat ini juga dalam situasi yang baik karena pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, neraca perdagangan, maupun sistem keuangan masih relatif terjaga.
"Memang satu-dua, kami dengar keluhan pelaku pasar ada penurunan ritel sales dan ekspor, tapi semoga sifatnya temporer dan tidak berdampak ke aktivitas ekonomi keseluruhan," kata Dody.
Sebelumnya, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada tanggal 14 s.d. 15 Maret sebesar 0,25 basis poin ke posisi 0,75 s.d. 1 persen, Rabu malam waktu AS.
BI memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan berlangsung selama dua kali lagi dengan mempertimbangkan arah kebijakan fiskal AS dan dilakukan secara bertahap.
Menurut Dody, arah kebijakan The Fed ini masih akomodatif dengan keinginan pelaku pasar finansial sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berlebihan terhadap pergerakan nilai tukar maupun bursa saham.
"Kalau kami amati pernyataan (Gubernur Bank Sentral AS) Yellen, kenaikan Fed Fund Rate dilakukan secara gradual melihat kebijakan fiskal AS dengan arah kebijakan masih akomodatif. Ini memenangi pasar, jadi tidak ada tekanan pelemahan mata uang," jelasnya.
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, bergerak menguat sebesar 47 poin menjadi Rp13.317,00 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.364,00 per dolar AS.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga ditutup menguat menembus level 5.500 poin setelah The Fed memutuskan kenaikan suku bunga acuan.
IHSG BEI ditutup naik 78,34 poin atau 1,44 persen menjadi 5.510,72 poin. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak menguat 19,65 poin (2,18 persen) menjadi 918,08 poin.
"Kenaikan itu sudah di-price in dalam kalkulasi pelaku pasar," kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis malam.
Dody menjelaskan bahwa keputusan Bank Sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin justru direspons positif oleh pelaku pasar sehingga terjadi penguatan rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Artinya, yang kami khawatirkan dari kenaikan Fed Fund Rate akan diikuti dengan pelemahan nilai tukar di negara emerging atau bursa tidak terjadi. Ini kami lihat masih positif," katanya.
Dody mengatakan bahwa aliran modal masih masuk ke perekonomian hingga 13 Maret 2017 mencapai 2,2 miliar dolar AS. Indonesia masih dipandang positif dari sisi fundamental serta imbal hasil dari penjualan surat berharga negara.
Stabilitas perekonomian saat ini juga dalam situasi yang baik karena pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, neraca perdagangan, maupun sistem keuangan masih relatif terjaga.
"Memang satu-dua, kami dengar keluhan pelaku pasar ada penurunan ritel sales dan ekspor, tapi semoga sifatnya temporer dan tidak berdampak ke aktivitas ekonomi keseluruhan," kata Dody.
Sebelumnya, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada tanggal 14 s.d. 15 Maret sebesar 0,25 basis poin ke posisi 0,75 s.d. 1 persen, Rabu malam waktu AS.
BI memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan berlangsung selama dua kali lagi dengan mempertimbangkan arah kebijakan fiskal AS dan dilakukan secara bertahap.
Menurut Dody, arah kebijakan The Fed ini masih akomodatif dengan keinginan pelaku pasar finansial sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berlebihan terhadap pergerakan nilai tukar maupun bursa saham.
"Kalau kami amati pernyataan (Gubernur Bank Sentral AS) Yellen, kenaikan Fed Fund Rate dilakukan secara gradual melihat kebijakan fiskal AS dengan arah kebijakan masih akomodatif. Ini memenangi pasar, jadi tidak ada tekanan pelemahan mata uang," jelasnya.
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, bergerak menguat sebesar 47 poin menjadi Rp13.317,00 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.364,00 per dolar AS.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga ditutup menguat menembus level 5.500 poin setelah The Fed memutuskan kenaikan suku bunga acuan.
IHSG BEI ditutup naik 78,34 poin atau 1,44 persen menjadi 5.510,72 poin. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak menguat 19,65 poin (2,18 persen) menjadi 918,08 poin.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: