"Saya ketika menyaksikan beliau waktu sama-sama pengurus NU, kami seringkali duduk bareng menyelesaikan konflik antar umat agama lain. Anehnya kok diselesaikan di NU," kisah Umar, di rumah duka, di kompleks Pondok Pesantren Al-Hikam Kukusan Beji, Depok, Kamis.
Umar masih ingat betul ada beberapa kelompok agama yang bertikai di mana internal kelompok tersebut tidak bisa menyelesaikan permasalahannya. Namun ketika permasalahannya dibawa ke PB NU yang juga turut campur tangan Hasyim, persoalan itu selesai.
Dia mengisahkan saat dia menelpon Hasyim, yang kebetulan sedang memberikan ceramah agama, telepon tersebut masih diterima.
"Sebentar ya saya masih berikan ceramah nanti saya telepon balik. Padahal khan sebenarnya kalau sedang ceramah tidak usah diangkat," tutur dia.
Umar yang pernah menjadi wakil menteri agama periode 2011-2014 mengutarakan kepergian Muzadi terlalu cepat. Dia menilai bangsa Indonesia masih membutuhkan sosok dan sentuhan-sentuhan almarhum.
"Beliau seorang pekerja serius tapi santai, artinya sebesar apapun persoalan yang kita hadapi, begitu disentuh oleh Pak Kiai (Hasyim), itu langsung mudah dengan kekuatan humornya itu. Yang tegang jadi santai, yang besar jadi kecil," kata dia.
Baca juga: (Pesan almarhum KH Hasyim Muzadi: "Jangan salahgunakan uang Tuhan")
Dalam pandangan Umar, sosok Muzadi ialah seseorang yang bisa mengkombinasikan diri sebagai guru bangsa sekaligus guru umat, pendidik, mubaligh, politisi, dan yang paling penting kiai.
Dia menjelaskan ajaran Muzadi yang paling membekas ialah tentang Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
"Yang paling dominan dipasarkan dimana-mana adalah islam rahmatan lil alamin. Artinya Islam yang moderat, Islam nusantara, Islam berkeindonesiaan. Islam tidak boleh jadi berbagai ancaman tapi harus jadi seluruh manusia," kata dia.
Baca juga: (Hasyim Muzadi, ini yang selalu diingat anggota DPR)
Muzadi yang juga mantan ketua umum PB NU itu lahir di Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944 dan wafat pada usia 72 tahun.