Turki: larangan jilbab Uni Eropa perkuat tren antimuslim
15 Maret 2017 12:58 WIB
Ilustrasi. Pelajar Turki menangis saat mengikuti aksi solidaritas terhadap warga Aleppo, Suriah yang terperangkap, di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina, Rabu (14/12/2016). (REUTERS/Dado Ruvic )
Istanbul (ANTARA News) - Turki mengkritik putusan pengadilan tinggi Uni Eropa bahwa perusahaan-perusahaan Eropa dapat melarang karyawan mengenakan simbol agama atau politik termasuk jilbab, mengatakan itu akan meningkatkan sentimen antimuslim.
"Keputusan Pengadilan Eropa mengenai jilbab saat ini hanya akan memperkuat tren antimuslim dan xenophobia," kata juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin, di Twitter.
"Quo vadis Europa? (Ke mana Eropa akan dibawa?)" imbuhnya, seperti dilansir AFP.
(Baca:Perusahaan Uni Eropa dibolehkan larang pegawai kenakan jilbab)
Respons tersebut muncul saat Turki terlibat perselisihan sengit dengan Jerman, Belanda dan negara-negara Uni Eropa lain terkait larangan pejabat Turki mengadakan kampanye di luar negeri untuk mempromosikan referendum yang akan memperluas kekuasaan Erdogan.
Pengadilan Eropa mengatakan jika perusahaan memiliki aturan internal yang melarang penggunaan "simbol politik, filosofis atau agama" itu bukanlah "diskriminasi langsung."
Pengadilan yang berbasis di Luksemburg itu sedang mempertimbangkan kasus seorang perempuan muslim yang dipecat perusahaan keamanan G4S di Belgia setelah dia bersikeras mengenakan jilbab.
Turki bulan lalu mengatakan mencabut larangan bagi personel perempuan mengenakan jilbab di angkatan bersenjata negara tersebut, lembaga terakhir yang melarang pemakaian jilbab.
"Keputusan Pengadilan Eropa mengenai jilbab saat ini hanya akan memperkuat tren antimuslim dan xenophobia," kata juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin, di Twitter.
"Quo vadis Europa? (Ke mana Eropa akan dibawa?)" imbuhnya, seperti dilansir AFP.
(Baca:Perusahaan Uni Eropa dibolehkan larang pegawai kenakan jilbab)
Respons tersebut muncul saat Turki terlibat perselisihan sengit dengan Jerman, Belanda dan negara-negara Uni Eropa lain terkait larangan pejabat Turki mengadakan kampanye di luar negeri untuk mempromosikan referendum yang akan memperluas kekuasaan Erdogan.
Pengadilan Eropa mengatakan jika perusahaan memiliki aturan internal yang melarang penggunaan "simbol politik, filosofis atau agama" itu bukanlah "diskriminasi langsung."
Pengadilan yang berbasis di Luksemburg itu sedang mempertimbangkan kasus seorang perempuan muslim yang dipecat perusahaan keamanan G4S di Belgia setelah dia bersikeras mengenakan jilbab.
Turki bulan lalu mengatakan mencabut larangan bagi personel perempuan mengenakan jilbab di angkatan bersenjata negara tersebut, lembaga terakhir yang melarang pemakaian jilbab.
Penerjemah: Monalisa
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017
Tags: