Luksemburg (ANTARA News) – Perusahaan-perusahaan Uni Eropa (UE) boleh melarang pegawai memakai simbol-simbol keagamaan atau politik, seperti jilbab, menurut putusan pengadilan tertinggi blok tersebut pada Selasa (14/03) waktu setempat.
Mahkamah Keadilan Eropa (European Court of Justice/ECJ) mengatakan hal itu tidak sama dengan "diskriminasi langsung" jika sebuah perusahaan memiliki aturan internal melarang penggunaan "simbol politik, filosofi atau agama apa pun."
Penggunaan simbol keagamaan, dan khususnya simbol Islam seperti kerudung, menjadi isu panas dengan meningkatnya sentimen populis di Eropa, dengan beberapa negara seperti Austria sedang mempertimbangkan larangan penuh terhadap penggunaan cadar di hadapan publik.
ECJ mengeluarkan putusan untuk sebuah kasus yang dimulai pada 2003, ketika Samira Achbita, seorang muslim, menjadi resepsionis di layanan keamanan G4S di Belgia.
Pada saat itu, perusahaan tersebut memiliki "aturan tidak tertulis" bahwa pengawai dilarang mengenakan simbol politik, agama atau filosofi apa pun di tempat kerja, kata ECJ.
Pada 2006, Achbita mengatakan kepada G4S bahwa dia ingin mengenakan kerudung di tempat kerja, namun diberi tahu bahwa hal itu dilarang.
Kemudian, perusahaan memperkenalkan sebuah larangan resmi. Achbita dipecat dan dia melapor ke pengadilan untuk mengadukan diskriminasi.
ECJ mengatakan hukum UE memang melarang diskriminasi atas dasar agama, namun bahwa tindakan G4S berdasarkan memperlakukan semua pegawai dengan cara yang sama, artinya tidak ada orang yang dibeda-bedakan dalam aturan tersebut, demikian AFP.
Perusahaan Uni Eropa dibolehkan larang pegawai kenakan jilbab
15 Maret 2017 12:36 WIB
Bendera Uni Eropa. (Wikimedia Commons)
Penerjemah: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: