Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, ekses dari pengeboran proyek tambang PT Lapindo Brantas, di Sidoarjo, Jawa Timur.


Apakah pemerintah lepas tangan sepenuhnya kemudian? Jawabannya mudah: jelas tidak. Karena menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ada Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (PPLS) yang mengurusi hal itu menggantikan BPLS.

"Namun bukan berarti tidak ada yang menangani, karena dilakukan PPLS," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Anita Susetyowati, ketika dikonfirmasi wartawan, di Surabaya, Rabu.

Seluruh tugas penanganan dan pengawasan terhadap lumpur Sidoarjo, kata dia, kini di bawah naungan PPLS yang strukturnya langsung di bawah Kementerian PUPR.

"Yang pasti tugasnya tak ada pengurangan sama sekali, termasuk kewajiban PT Minarak Lapindo yang tetap dan melakukan tanggung jawabnya sesuai kesepakatan," ucap pejabat perempuan kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, tersebut.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, mengatakan, pembubaran BPLS tidak perlu dikhawatirkan dan masyarakat tetap tenang menanggapi itu.

"Tujuan pembubaran BPLS agar lembaga yang menangani Lapindo tidak terlalu banyak dan juga untuk efisiensi. Kewenangan selanjutnya akan ditangani Kementerian PUPR, terlebih menurut hitungan para ahli kelembagaan yang mengurusi Lapindo tidak perlu sebesar itu," katanya.

Pembubaran BPLS secara resmi dilakukan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 21/2017 tentang Pembubaran BPLS yang ditandatangani 2 Maret 2017.



Lapindo Brantas Inc adalah salah satu perusahaan kontraktor kerja sama yang ditunjuk BP Migas untuk mengebor minyak dan gas Bumi di Indonesia.




Sempat saham Lapindo Brantas 100 persen dimiliki PT Energi Mega Persada, yang adalah anggota Bakrie Grup.

Baca juga: (DPR ingatkan ganti rugi UKM korban lumpur Lapindo)