Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Central Asia Tbk menargetkan untuk menjaga rasio kredit bermasalah (NPL) di rentang 1,5-2 persen (gross) pada 2017 dengan memperbaiki kualitas kredit segmen korporasi dan komersial.

"Mungkin ada kenaikan NPL di dua-tiga bulan setelah 2016, tapi tahun ini kita ingin jaga di 1,5-2 persen," kata Direktur Bisnis Korporasi BCA Rudy Susanto menjawab mengenai sasaran NPL BCA di Jakarta, Selasa.

Rudy mengatakan NPL tahun ini memang bisa saja naik dari kualitas di 2016 yang sebesar 1,3 persen. Pasalnya menurut Rudy, perbaikan NPL di akhir 2016 lebih karena tren tahunan ketika banyak debitur mengambil pinjaman akhir tahun sehingga faktor pembagi terhadap NPL menjadi lebih besar, yang membuahkan level NPL menjadi lebih kecil.

Di kuartal I dan II 2017 nanti, kata Rudy, akan terlihat kualitas pinjaman yang diambil debitur tersebut. Kemampuan bayar debitur tersebut akan memengaruhi NPL di 2017.

Selain itu, di akhir tahun, banyak debitur yang cukup fokus untuk memperbaiki kualitas kreditnya, sehingga memperbaiki NPL BCA.

"Nanti baru kelihatan 2-3 bulan lagi debitur bisa bayar apa enggak. Kita selalu lihat ke arah sana," ujarnya.

NPL BCA di kuartal IV 2016 mengendur menjadi 1,3 persen, dibanding kuartal III 2016 yang sebesar 1,5 persen dan kuartal II 2016 yang sebesar 1,4 persen.

Jika dibandingkan 2015, NPL 2016 BCA naik 60 basis poin, karena pada 2015 NPL BCA sebesar 0,7 persen.

Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, Senin (13/3) kemarin, kenaikan NPL BCA karena segmen komersial dan Usaha Kecil Menengah. Untuk segmen komersial, NPL paling banyak disumbang oleh angkutan transportasi batu bara dan pertambangan.

Oleh karena laju NPL itu, BCA mencatat rasio provisi pencadangan sebesar 229,4 persen, dengan biaya pencadangan kredit menjadi sebesar Rp12,5 triliun.

Sementara BCA tampak sangat hati-hati menyalurkan kredit, terlihat dari pertumbuhan kredit yang hanya 7,3 persen (yoy) atau di bawah industri perbankan yang sebesar 7,8 persen (yoy) di 2016.