Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, mengatakan bahwa "reshuffle" (perombakan) kabinet merupakan sesuatu yang biasa, dan bukan merupakan hukuman bagi para anggota kabinet yang terkena, namun justru membawa hikmah lantaran dalam sejarahnya justru mereka yang terkena "reshuffle" akan naik pangkat. "'Reshuffle' itu mungkin suatu hikmah bagi yang diganti, karena kemudian bisa naik pangkat. Jadi, reshuffle itu bukan musibah itu dan banyak hikmahnya bagi yang terkena. Jadi, saya bilang kepada Hamid Awwaluddin dan kawan-kawan, anda sudah merdeka," kata Wapres Kalla saat bincang santai sambil makan pisang goreng di kediamannya Jalan Diponegoro, Jakarta, Minggu. Menurut Wapres, para anggota kabinet yang terkena "reshuffle" tersebut justru orang yang merdeka, karena tidak lagi di kritik habis-habisan oleh DPR maupun media masa, serta tidak didemo dan sebagainya. "Jadi, jangan kalau di-'reshuffle' merasa kemudian menjadi bermusuhan. Tenang saja, mungkin suatu waktu akan naik pangkat, dan harus disikapi dengan tenang," ujar Wapres. Oleh karena itu, Wapres meminta masyarakat tidak perlu terlalu tegang dan semuanya akan berjalan dengan baik. Selain itu, Wapres juga meminta masyarakat jangan menanggapi serius bahwa seakan-akan terjadi pro dan kontra di tingkat elit atau bermusuhan. "Jadi, kau tenang sajalah, karena dalam sejarahnya semua yang kena 'reshuffle' itu selalu naik pangkat. Saya dan SBY juga hasil 'reshuffle' zaman Presiden Gus Dur," kata Wapres. Wapres menjelaskan bahwa di masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah terjadi "reshuffle" 12 menteri, antara lain Hamzah Haz yang justru kemudian menjadi Wapres. Kemudian, Jusuf Kalla yang juga akhirnya menjadi Wapres. Selain itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang justru menjadi Presiden. Wiranto pun kemudian menjadi calon Presiden (capres) dalam Pemilu 2004. Menurut Wapres Kalla, saat ini yang terjadi di masyarakat seolah-olah "reshuffle" kabinet merupakan suatu kewajiban tiap tahun yang harus dilakukan oleh presiden. Padahal, katanya, "reshuffle" hanya merupakan hak prerogatif Presiden dalam menilai kinerja menteri dalam kabinetnya. Namun, ia mengemukakan, pada saat ini yang terjadi justru berbeda dengan zaman Presiden Gus Dur. Pada era Gus Dur, "reshuffle" seakan-akan diobral, tapi sekarang ini Presiden justru sangat berhati-hati dalam memilih orang, agar tidak salah pilih. Menurut Wapres Kalla, "reshuffle" di era reformasi sudah dimulai sejak zaman Presiden Gus Dur. (*)