Pengusaha penyulingan pala Aceh Selatan rugi besar
12 Maret 2017 19:05 WIB
ilustrasi: Pekerja mengisi sari buah pala ke dalam botol plastik saat proses produksi Palaboo (Pala Bogor) di Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan Kewirausahaan (IncuBie) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, jalan Leuwikopo, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/3/2017). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
Tapaktuan, Aceh (ANTARA News) - Sejumlah pengusaha ketel penyulingan pala di Kabupaten Aceh Selatan mengaku menanggung kerugian besar sejak beberapa tahun terakhir karena produksi sangat minim, karena bahan bakunya sangat terbatas.
"Permintaan minyak pala dari pedagang pengumpul di Medan, Sumatera Utara sejak beberapa tahun terakhir cenderung meningkat, namun peluang bisnis tersebut terpaksa dilepas begitu saja karena minimnya hasil produksi di Aceh Selatan," kata Mansyur, salah seorang pengusaha ketel pala di Kecamatan Meukek, Aceh, Minggu.
Padahal, lanjutnya, dengan tingginya permintaan konsumen namun ketersediaan minyak pala terbatas, telah mengakibatkan melambungnya harga pala basah menyusul terjadi kenaikan sangat signifikan harga minyak pala.
Dia menyebutkan, posisi harga minyak pala sekarang ini telah mencapai Rp800 ribu/Kg atau mengalami kenaikan mencapai Rp200 ribu dari posisi bulan Juni 2016 yang masih bertengger pada harga Rp600 ribu/Kg.
Dengan harga minyak pala sebesar itu, kata dia, secara otomatis berdampak terjadinya kenaikan harga pala basah yang mencapai Rp40 ribu-Rp 45 ribu/Kg. Angka ini jauh melambung tinggi dibandingkan harga pala basah pada bulan Juni 2016 yang hanya Rp20 ribu/Kg.
"Meskipun harga komoditas pala sudah melambung tinggi, namun produksinya sekarang ini sangat minim. Jangankan untuk mendapatkan material pala kering yang bisa langsung dimasak (disuling) dengan ketel. Untuk mendapatkan pala basah saja sangat sulit. Penurunan jumlah produksi pala di Aceh Selatan sejak beberapa tahun terakhir mencapai 50 persen lebih," ungkapnya.
Menurut dia, penurunan produksi pala yang sangat signifikan tersebut murni disebabkan serangan hama jamur akar putih dan ulat penggerek batang yang telah memusnahkan ribuan hektare tanaman pala milik petani Aceh Selatan sejak beberapa tahun terakhir.
Sebagian petani di daerah itu menyebutkan, serangan hama mematikan tersebut sudah berlangsung lama. Meskipun tanaman yang sudah mati telah diganti dengan bibit tanaman pala baru, tapi serangan hama masih tetap berlangsung sampai sekarang ini.
Pihak Pemkab Aceh Selatan sendiri telah mencari berbagai cara formulasi yang tepat untuk mengatasi persoalan yang sangat meresahkan petani itu, baik bekerja sama dengan tenaga ahli Universitas Syiah Kuala Banda Aceh maupun menggandeng langsung tenaga ahli dari Balitri, Bogor, Jawa Barat.
(KR-ANW/H011)
"Permintaan minyak pala dari pedagang pengumpul di Medan, Sumatera Utara sejak beberapa tahun terakhir cenderung meningkat, namun peluang bisnis tersebut terpaksa dilepas begitu saja karena minimnya hasil produksi di Aceh Selatan," kata Mansyur, salah seorang pengusaha ketel pala di Kecamatan Meukek, Aceh, Minggu.
Padahal, lanjutnya, dengan tingginya permintaan konsumen namun ketersediaan minyak pala terbatas, telah mengakibatkan melambungnya harga pala basah menyusul terjadi kenaikan sangat signifikan harga minyak pala.
Dia menyebutkan, posisi harga minyak pala sekarang ini telah mencapai Rp800 ribu/Kg atau mengalami kenaikan mencapai Rp200 ribu dari posisi bulan Juni 2016 yang masih bertengger pada harga Rp600 ribu/Kg.
Dengan harga minyak pala sebesar itu, kata dia, secara otomatis berdampak terjadinya kenaikan harga pala basah yang mencapai Rp40 ribu-Rp 45 ribu/Kg. Angka ini jauh melambung tinggi dibandingkan harga pala basah pada bulan Juni 2016 yang hanya Rp20 ribu/Kg.
"Meskipun harga komoditas pala sudah melambung tinggi, namun produksinya sekarang ini sangat minim. Jangankan untuk mendapatkan material pala kering yang bisa langsung dimasak (disuling) dengan ketel. Untuk mendapatkan pala basah saja sangat sulit. Penurunan jumlah produksi pala di Aceh Selatan sejak beberapa tahun terakhir mencapai 50 persen lebih," ungkapnya.
Menurut dia, penurunan produksi pala yang sangat signifikan tersebut murni disebabkan serangan hama jamur akar putih dan ulat penggerek batang yang telah memusnahkan ribuan hektare tanaman pala milik petani Aceh Selatan sejak beberapa tahun terakhir.
Sebagian petani di daerah itu menyebutkan, serangan hama mematikan tersebut sudah berlangsung lama. Meskipun tanaman yang sudah mati telah diganti dengan bibit tanaman pala baru, tapi serangan hama masih tetap berlangsung sampai sekarang ini.
Pihak Pemkab Aceh Selatan sendiri telah mencari berbagai cara formulasi yang tepat untuk mengatasi persoalan yang sangat meresahkan petani itu, baik bekerja sama dengan tenaga ahli Universitas Syiah Kuala Banda Aceh maupun menggandeng langsung tenaga ahli dari Balitri, Bogor, Jawa Barat.
(KR-ANW/H011)
Pewarta: Anwar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: