Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menilai tidak elok menggunakan agama demi kepentingan politik, terlebih dengan mengorbankan umat, seperti menolak menyalatkan jenazah karena beda pilihan politik.

"Kan ini sudah keterlaluan menggunakan agama," kata Ketua Umum Pengurus Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas usai membuka Bahtsul Masail Kiai Muda di Kantor PP GP Ansor di Jakarta, Sabtu.

Padahal, lanjut dia, dalam Islam, menyalatkan jenazah seorang Muslim itu termasuk wajib meski bukan individual atau dalam istilah agama "fardhu kifayah".

"Kalau orang disuruh meninggalkan kewajiban ini dosa siapa? Kan tidak boleh begitu," kata putra almarhum KH Cholil Bisri (kakak kandung KH Mustofa Bisri atau Gus Mus) ini.

Dia berharap wacana tidak menyalatkan jenazah seorang Muslim karena beda pilihan politik tidak benar-benar dilakukan.

Kalaupun hal itu dilakukan, Yaqut memerintahkan kader Ansor untuk merawat jenazah yang ditolak atau ditelantarkan masyarakat setempat.

"Kalau ada warga Muslim yang meninggal dan tidak diurus jenazahnya karena perbedaan politik, saya perintahkan kepada sahabat-sahabat Ansor untuk merawat jenazah itu. Baik untuk menyalatkan, mengafani, menguburkan, bahkan menahlilkan selama 40 hari," ujar Yaqut.

Sementara itu, acara Bahtsul Masail Kiai Muda bertema "Kepemimpinan Non-Muslim dalam Pandangan Islam" yang digagas GP Ansor diikuti sekitar 100 kiai muda dari berbagai pesantren di Indonesia.

Narasumber yang hadir adalah Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Penasihat GP Ansor Dr KH Asad Said Ali dengan perumus KH Abdul Ghofur Maimoen Zubair.

"Kepemimpinan yang kita anut itu pemimpin yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Kita tak pandang suku, ras, dan seterusnya, tapi bagaimana calon seorang pemimpin yang mampu memberikan kemaslahatan bagi umat," katanya.