Wapres: kasus e-KTP tidak akan sebabkan "turbulensi" politik
11 Maret 2017 16:59 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan keterangan kepada media seusai meresmikan Gedung E Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI), Bogor, Jawa Barat. RS PMI tersebut akan dijadikan sebagai percontohan Rumah Sakit PMI di Indonesia. (ANTARA News/Vicki Febrianto)
Bogor (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tidak akan menyebabkan "turbulensi" (guncangan) politik nasional selama proses hukum berlangsung.
Ditemui seusai meresmikan Gedung-E Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI), Sabtu, Kalla mengatakan meskipun dalam kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut menjerat beberapa elit partai politik, namun tidak akan mengakibatkan guncangan politik nasional dan diharapkan semua pihak mendukung proses hukum yang berjalan.
"Tidak, karena jika terjadi proses hukum yang benar, semua orang akan setuju. Tidak akan menimbulkan turbulensi," kata Kalla, di Bogor, Jawa Barat.
Namun, Kalla menambahkan, kasus yang diduga merugikan negara senilai Rp2,314 triliun tersebut dinilai akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga partai politik.
"Bahwa nama baik DPR dan partai-partai pasti ada masalah, pasti. Tapi tidak akan terjadi turbulensi, karena jika ketua DPR terjerat, banyak orang antri untuk menggantinya, tidak susah mencari penggantinya," ujar Kalla.
Dalam sidang perdana, pekan lalu di Jakarta, tim jaksa menyebutkan Ketua DPR Setya Novanto menentukan kelancaran anggaran e-KTP tahun anggaran 2011-2012 senilai total Rp5,95 triliun
Dalam persidangan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa pada Februari 2010, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa I Irman menemui Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat kepastian dukungan Partai Golkar terhadan e-KTP.
Dalam perkara tersebut, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri.
Berikutnya, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan e-KTP 2011-2012.
Pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan DPR menyetujui anggaran e-KTP dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.
Ditemui seusai meresmikan Gedung-E Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI), Sabtu, Kalla mengatakan meskipun dalam kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut menjerat beberapa elit partai politik, namun tidak akan mengakibatkan guncangan politik nasional dan diharapkan semua pihak mendukung proses hukum yang berjalan.
"Tidak, karena jika terjadi proses hukum yang benar, semua orang akan setuju. Tidak akan menimbulkan turbulensi," kata Kalla, di Bogor, Jawa Barat.
Namun, Kalla menambahkan, kasus yang diduga merugikan negara senilai Rp2,314 triliun tersebut dinilai akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga partai politik.
"Bahwa nama baik DPR dan partai-partai pasti ada masalah, pasti. Tapi tidak akan terjadi turbulensi, karena jika ketua DPR terjerat, banyak orang antri untuk menggantinya, tidak susah mencari penggantinya," ujar Kalla.
Dalam sidang perdana, pekan lalu di Jakarta, tim jaksa menyebutkan Ketua DPR Setya Novanto menentukan kelancaran anggaran e-KTP tahun anggaran 2011-2012 senilai total Rp5,95 triliun
Dalam persidangan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa pada Februari 2010, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa I Irman menemui Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat kepastian dukungan Partai Golkar terhadan e-KTP.
Dalam perkara tersebut, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri.
Berikutnya, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan e-KTP 2011-2012.
Pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan DPR menyetujui anggaran e-KTP dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: