Pengusaha angkot Bandung rugi Rp276 juta terkait demo
10 Maret 2017 20:43 WIB
Demo Angkutan Umum Bandung. Pengemudi angkutan umum yang tergabung dalam Aliansi Moda Transportasi Umum Jabar berunjukrasa di depan Gedung Sate memprotes keberadaan angkutan umum online, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/3/2017). Dalam aksinya pengunjukrasa menuntut, pencabutan Permenhub No.23 tahun 2016 dan mendesak aparat hukum menertibkan angkutan umum berbasis aplikasi online karena dianggap menyengsarakan para pengemudi angkot dan taksi. (ANTARA FOTO/Agus Bebeng)
Bandung (ANTARA News) - Organda Kota Bandung menyebut akibat mogok massal yang dilakukan sopir angkutan kota pada Kamis (9/3) membuat pengusaha mengalami kerugian mencapai Rp276 juta dalam satu hari karena tidak ada setoran.
"Pengusaha dirugikan dengan aksi kemarin. Kalau hitungan kendaraan sebanyak 50 persen dari 5.521 armada itu dikalikan rata-rata Rp100 ribu tidak setor, berapa kerugiannya?," ujar Ketua Organda Kota Bandung Neneng Djuraidah di Bandung, Jumat.
Neneng menuturkan, meski mengalami kerugian, para pengusaha angkot tidak begitu mempedulikannya. Sebab aksi kemarin sebagai upaya sopir angkot memperjuangkan kesejahteraanya.
"Tapi mereka sedang berjuang, agar kehadiran transportasi online dihentikan atau dibenahi. Karena berpengaruh pada pendapatan dan setoran," kata Neneng.
Neneng menyebut, saat ini terdapat 5.521 angkot dan 2.000 taksi dari sembilan perusahaan, di mana sekitar 50 persennya mesti berhenti beroperasi. Salah satunya diakibatkan menjamurnya moda transportasi berbasis online.
"50 persen tersebut tidak jalan karena situasi angkutan lagi tidak benar. Selain transportasi berbasis online banyaknya motor, dan kendaraan pribadi," ujar dia.
Ia menambahkan, penurunan itu terjadi sejak dua tahun terakhir. Hal itu dikarenakan selain adanya transportasi online juga mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan secara kredit terutama sepeda motor.
Selain itu, kebijakan pemerintah kota yang menerbitkan angkutan massal gratis seperti bus sekolah serta penambahan armada bus dalam kota membuat pengusaha dan sopir angkot semakin menjerit.
"Penurunan pendapatan kalau dipersentasekan sebanyak 60%," ujarnya.
"Pengusaha dirugikan dengan aksi kemarin. Kalau hitungan kendaraan sebanyak 50 persen dari 5.521 armada itu dikalikan rata-rata Rp100 ribu tidak setor, berapa kerugiannya?," ujar Ketua Organda Kota Bandung Neneng Djuraidah di Bandung, Jumat.
Neneng menuturkan, meski mengalami kerugian, para pengusaha angkot tidak begitu mempedulikannya. Sebab aksi kemarin sebagai upaya sopir angkot memperjuangkan kesejahteraanya.
"Tapi mereka sedang berjuang, agar kehadiran transportasi online dihentikan atau dibenahi. Karena berpengaruh pada pendapatan dan setoran," kata Neneng.
Neneng menyebut, saat ini terdapat 5.521 angkot dan 2.000 taksi dari sembilan perusahaan, di mana sekitar 50 persennya mesti berhenti beroperasi. Salah satunya diakibatkan menjamurnya moda transportasi berbasis online.
"50 persen tersebut tidak jalan karena situasi angkutan lagi tidak benar. Selain transportasi berbasis online banyaknya motor, dan kendaraan pribadi," ujar dia.
Ia menambahkan, penurunan itu terjadi sejak dua tahun terakhir. Hal itu dikarenakan selain adanya transportasi online juga mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan secara kredit terutama sepeda motor.
Selain itu, kebijakan pemerintah kota yang menerbitkan angkutan massal gratis seperti bus sekolah serta penambahan armada bus dalam kota membuat pengusaha dan sopir angkot semakin menjerit.
"Penurunan pendapatan kalau dipersentasekan sebanyak 60%," ujarnya.
Pewarta: Asep F
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: