Jakarta (ANTARA News) - Ingin menjadi pemimpin autentik, bukan pemimpin karbitan atau pemimpin yes-man? Tiru dan teladanilah Massimiliano Allegri di kubu Juventus dan Vincenzo Montella di kubu AC Milan, yang sama-sama bekerja dengan hati bukan justru dengan emosi diri yang tidak terkendali.

Juventus siap menjamu dan meladeni tantangan AC Milan dalam laga pekan ke-28 kompetisi Liga Italia musim 2016/17 yang siap digelar di Juventus Stadium, Torino, pada Sabtu dini hari, pukul 01.45 WIB.

Baik Allegri maupun Montella memahami bahwa keduanya bersepakat dan bercita-cita menjadi pemimpin yang berani mengambil keputusan, bukan mendiamkan masalah yang pada akhirnya siap meledak layaknya bom waktu.

Kedua pelatih di kompetisi kasta tertinggi Italia itu ingin memimpin dengan menggunakan hati untuk bekerja bersama dengan anak asuhannya, bukan menciptakan sekat-sekat dalam tim.

Memimpin dengan hati artinya tahu dan peka dengan segala dampak apa yang memang pemimpin putuskan, karena ia memimpin orang lain. Untuk itu, ia dituntut pandai memimpin diri sendiri lebih dulu.

AC Milan harus mengalahkan Juventus agar dapat tetap eksis di percaturan sepak bola Eropa di musim depan, kata pelatih kepala Montella sebagaimana dikutip dari laman ESPN.

Hanya saja Montella pandai mengukur kemampuan diri karena persaingan perebutan poin di kompetisi Serie A berjalan demikian ketat.

Montella jelas tidak ingin disebut pelatih yang hanya sekedar bermodal berani, tanpa memikirkan dampak bagi tim dan personel asuhannya.

Ia piawai disebut sebagai pelatih yang mampu mendengarkan pendapat orang lain, bukan menurut apa yang ia anggap benar dengan dipandu emosi semata.

Ia menuturkan kepada laman AC Milan, "Pertandingan bakal berjalan seru, dan kami memerlukan mental bertanding yang kokoh. Juve demikian optimistis dapat meraih kemenangan, meski kami pernah mengalahkan mereka juga dalam musim ini."

"Pertandingan ini bernilai tiga poin dan memberi kami kesempatan agar dapat leluasa melenggang ke jalur Liga Europa. Ini benar-benar momen yang krusial. Satu atau dua poin saja demikian bernilai."

Sementara itu, pelatih Juventus Allegri siap mengambil keputusan berani dengan membangkucadangkan Giorgio Chiellini di lini pertahanan. Keputusannya ini disebut-sebut sebagai bentuk kepercayaan diri yang diwujudkan dalam pengambilan keputusan.

Allegri peka dengan apa yang sedang terjadi. Ia mendengar kata hatinya, bahkan yakin penuh dengan langkah yang ia tempuh, tentu saja memikirkan dan menimbang apa yang akan dirasakan orang lain.

Ini sebentuk keberanian Allegri ketika mengarungi kompetisi Liga Italia yang sarat tantangan. Ia menghadapi dan menjalani dengan menggunakan hati bukan semata mengandalkan emosi tanpa menakar dengan kalkulasi akal budi.

Dipandu rasio yang sehat walafiat, Allegri siap menurunkan Medhi Benatia, Daniele Rugani atau Andrea Barzagli di lini pertahanan. Pelatih Juventus ini tidak ingin disebut sebagai sosok yang "yes man".

Meminjam istilah keseharian, Allegri bukan sosok pengekor, yang lebih suka menanti petunjuk atau arahan dari pemimpin. Ia melontarkan gagasan dengan kreatif dan mengolahnya menjadi strategi yang ciamik menghadapi lawan.

Jelang laga di ajang Liga Champions, tugas Allegri tidaklah ringan. Ia was-was agar anak asuhannya tidak disergap kelelahan yang pada gilirannya dapat menurunkan performa tim.

Perhatian Allegri juga terarah pada laga Liga Champions, karena mereka harus melawan Porto. Tentu, bukan tugas yang ringan, tapi ia sekurang-kurangnya punya gagasan yang siap diterapkan di lapangan, tentu dengan mengandalkan semangat kebersamaan.

Berbicara jelang laga melawan AC Milan, ia berujar, "Kami unggul delapan poin dari Roma, meski perburuan gelar masih tetap terbuka. Untuk itu, kami masih memerlukan tambahan tiga poin penuh dari pertandingan besok."

"Kami berharap mereka memberi perlawanan yang sengit. Mereka dikenal sebagai tim yang punya kecepatan, dan teknik yang mumpuni. Ini bukti bahwa laga antara Juventus melawan AC Milan menjadi pertarungan yang besar di atmosfer sepak bola Italia," kata Allegri.

Pantaslah ketika kedua pelatih itu memberi makna dengan menunjuk kepada apa dan bagaimana menjadi pemimpin.

Pepatah Latin klasik menyebutkan, "Ducis in consilio posita est virtus militum", yang artinya ketangguhan para prajurit terletak pada komando pemimpinnya.