Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memperkirakan dua terdakwa terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012 Irman dan Sugiharto bisa membuka banyak hal dalam persidangan.
"Dua orang itu tidak banyak komentar, mereka bisa membuka banyak hal kayaknya yah," kata Saut di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, Saut menyatakan KPK siap apabila timbul gejolak politik terkait nama-nama besar yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam dakwaan dalam sidang perdana KTP-E pada Kamis.
"Saya pikir tidak ada tetapi harus siap dong itu kan risiko pekerjaan kami, yang penting tidak boleh arogan," ucap Saut.
Terkait KPK yang selalu diganggu dengan kriminalisasi saat menyebut nama-nama besar dalam suatu kasus, Saut menyatakan bahwa hal itu sangat ditentukan oleh kepemimpinan di suatu negara.
"Kalau berantas korupsi di suatu negara itu sangat ditentukan kepemimpinan nasionalnya, ini kan kebetulan presidennya lagi bagus jadi kami harus serius. Saya yakin, saya optimis, kalau dinamika ya biasa," ucap Saut.
Sebelumnya, surat dakwaan korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-E) 2011-2012 mengungkap pengaturan anggaran yang dilakukan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, yaitu Irman dan Sugiharto, bersama dengan sejumlah anggota DPR.
"Pada Februari 2010, terdakwa satu Irman dimintai sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Burhanudin Napitupulu agar usulan Kemendagri tentang KTP-E segera disetujui DPR. Atas permintaan itu terdakwa menyatakan tidak dapat menyanggupi. Karena itu Burhanuddin dan terdakwa I sepakat untuk melakukan pertemuan kembali," kata jaksa penuntut umum KPK Irene Putri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto yang didakwa melakukan korupsi pengadaan KTP-E tahun anggaran 2011-2012 hingga merugikan keuangan negara Rp2,314 triliun.
Satu minggu kemudian Irman kembali menemui Burhanudin di ruang kerjanya dan disepakati akan memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR oleh pengusaha yang sudah biasa menjadi rekanan di Kemendagri, yaitu Andi Agustinus alias Andi Narogong, hal itu juga sudah disetujui Sekjen Kemendagri Diah Anggraini.
Beberapa hari selanjutnya, Andi menemui Irman dan Sugiharto di ruang kerja Irman untuk menindaklanjuti pembicaraan Irman dengan Burhanuddin dan menegaskan Andi bersedia memberikan uang kepada anggota Komisi II untuk memperlancar pembahasan anggaran dan berkoordinasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen proyek KTP-E Sugiharto untuk menindaklanjuti rencana itu.
Andi dan Irman juga sepakat akan menemui Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat kepastian dukungan Partai Golkar terhadap KTP-E.
Pertemuan dilangsungkan beberapa hari kemudian sekitar pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP.
Guna mendapat kepastian Novanto, beberapa hari kemudian Irman dan Andi Agustinus kembali menemui Novanto di ruang kerjanya di lantai 12 DPR. Dalam pertemuan itu, Novanto menyatakan akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya.
Pada Mei 2010 di ruang kerja Komisi II DPR sebelum RDP, Irman bertemu dengan Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, M. Nazaruddin, Andi Agustinus dan sejumlah anggota Komisi II DPR saat itu Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni dan Arief Wibowo untuk membahas program KTP-E sebagai program prioritas utama yang dibiayai menggunakan APBN murni secara "multiyears".
Pertemuan juga menyepakati Andi Agustinus yang akan mengerjakan proyek KTP-E karena sudah terbiasa di Kemendagri dan "familiar". Mustoko Weni selanjutnya memberi garansi Andi akan memberikan "fee" kepada anggota DPR dan beberapa pejabat di Kemendagri, Andi pun membenarkannya.
DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011 pada Juli-Agustus 2010. Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap merepresentasikan Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui KTP-E.
Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya DPR menyetujui anggaran KTP-E dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal Fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.
Kesepakatan pembagian anggarannya adalah:
1. 51 persen atau Rp2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek
2. Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada:
a. Beberapa pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp365,4 miliar
b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp261 miliar
c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar
d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar
e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen atau Rp783 miliar.
Selain kesepakatan pembagian keuntungan, dalam pertemuan juga disepakati sebaiknya pelaksana atau rekanan proyek adalah BUMN agar mudah diatur.
Pada September-Oktober 2010 di ruang kerja Mustoko Weni DPR, Andi memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR agar menyetujui anggaran KTP-E dengan rincian:
1. Anas Urbaningrum sejumlah 500 ribu dolar AS melalui Eva Ompita Soraya. Pemberian ini merupakan kelanjutan pemberian yang dilakukan pada April 2010 berjumlah 2 juta dolar AS yang diberikan melalui Fahmi Yandri.
Sebagian uang digunakan untuk membayar biaya akomodasi kongres Partai Demokrat di Bandung, sebagian lagi diberikan ke anggota Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu sejumlah 400 ribu dolar AS dan Mohamad Jafar Hafsah selaku ketua Fraksi Partai Demokrat sebesar 100 ribu dolar AS yang yang kemudian dibelikan 1 unit mobil Toyota Land Curiser nomor polisi B 1 MLH.
Pada Oktober 2010 Andi Agustinus kembali memberikan uang sebesar 3 juta dolar AS kepada Anas Urbaningrum.
2. Arief Wibowo selaku anggota Komisi II, sebesar 100 ribu dolar AS
3. Caeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR, 550 ribu dolar AS
4. Ganjar Pranowo selaku Wakil Ketua Komisi II DPR, 500 ribu dolar AS
5. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Bangar DPR, 1 juta dolar AS
6. Mustoko Weni anggota Komisi II, 400 ribu dolar AS
7. Ignatius Mulyono anggota Komisi II DPR, 250 ribu dolar AS
8. Taufik Effendi selaku Wakil Ketua Komisi II DPR, 50 dolar AS
9. Teguh Djuwarno Wakil Ketua Komisi II DPR, 100 ribu dolar AS.
(B020/R010)
KPK perkirakan terdakwa KTP-E buka banyak hal
9 Maret 2017 20:10 WIB
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (ANTARA/Agus Bebeng )
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: