Berlin (ANTARA News) - Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperbarui larangan memasuki AS --bagi warga negara sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim-- tidak akan mengurangi dampak terhadap sektor pariwisata, kata kepala Badan Pariwisata Dunia PBB, Selasa.

"Orang-orang tidak akan mau datang ke tempat yang tidak membuat mereka nyaman," kata Taleb Rifai, petinggi institusi PBB itu.

Rifai berbicara kepada Reuters sebelum pembukaan pameran perdagangan pariwisata terbesar di dunia, ITB Berlin, yang dimulai Rabu.

Trump pada Senin menandatangani sebuah perintah eksekutif yang telah diperbarui menyangkut keimigrasian setelah perintahnya yang lalu diblok oleh pengadilan.

Berdasarkan perintah, para warga dari enam negara berpenduduk mayoritas Muslim dilarang masuk ke Amerika Serikat.

Namun, perintah yang diperbarui itu mengeluarkan Irak dari daftar sebelumnya.

"Ini bukan masalah negara-negara mana yang termasuk (dalam daftar), ini lebih kepada soal perilaku," kata Rifai.

Pekan lalu, Rifai mengatakan kepada Reuters, Amerika Serikat telah kehilangan potensi pendapatan sebesar 185 juta dolar Amerika Serikat (sekitar Rp2,4 triliun) setiap bulan setelah larangan pertama diterapkan.

AS juga akan kehilangan puluhan juta dolar lagi setiap bulan jika kebijakan serupa terus diterapkan.

Menurut data bulan ini dari perusahaan analisa pariwisata, ForwardKeys, kekuatan minat kunjungan ke Amerika Serikat dalam beberapa bulan mendatang sudah melemah.

Namun, penurunan minat berkunjung ke AS diperkirakan tidak akan berdampak pada minat kunjungan wisata secara umum.

Jumlah wisatawan asing diperkirakan akan tumbuh tiga atau empat persen tahun ini dibandingkan tahun lalu, yang saat itu berjumlah 1,24 miliar orang, kata Rifai pada Selasa.

"Dunia telah membuka diri sedemikian hebatnya. Sekarang begitu banyak pilihan. Kalau kita ingin bermain judi, kita tidak harus pergi ke Las Vegas, sebagai pengganti kita bisa pergi ke Makau," ujarnya.

Lembaga pengamat pasar Euromonitor telah memangkas perkiraan jumlah wisatawan yang datang di AS hingga tahun 2020 menjadi 84,2 juta dari 85,2 juta di tengah ketidakpastian soal larangan masuk ke Amerika Serikat.