Jakarta (ANTARA News) - Keluarga merupakan pelindung utama bagi anak dan remaja dari pengaruh radikalisme dan terorisme, kata Komisioner Bidang Cybercrime dan Pornografi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti.

"Orang tua dan keluarga merupakan komponen penting dalam memberikan perlindungan khusus anak dari penyebaran paham kekerasan dan terorisme," katanya di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, anak dan remaja bisa saja terpapar paham radikal dan terorisme dari internet dan media sosial yang gampang diakses lewat gadget dan juga buku.

Untuk itu, orang tua harus mendampingi anak ketika berinteraksi dengan gawai dan buku. Selain diberi tahu sisi positif dan negatifnya, anak juga diminta memberi tahu orang tua bila menemukan yang aneh-aneh.

"Ajarkan anak untuk selalu melaporkan apabila merasa terganggu atau tidak nyaman dengan orang yang dikenal di internet," tukas Maria.

Namun, kata Maria, apabila justru orang tua yang mengajak anak mengikuti paham radikal maka anak itu perlu mendapat perlindungan dari pengaruh orang tuanya.

"Dalam hal ini negara harus menjamin tumbuh kembang anak tersebut, termasuk perkembangan pemahaman anak agar dapat terlepas dari pengaruh terorisme," katanya.

Ia mengatakan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 jelas menyebutkan bahwa anak korban terorisme mendapat perlindungan khusus dari negara.

Menurut Maria, perlindungan khusus bagi anak korban terorisme dilakukan melalui upaya edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme. Selanjutnya dilakukan konseling tentang bahaya terorisme serta dilakukan rehabilitasi dan pendampingan sosial.

"KPAI telah melakukan upaya-upaya itu sesuai dengan amanat UU tersebut," kata Maria.

Dalam menjalankan program itu KPAI melibatkan berbagai pihak seperti orang tua, guru, masyarakat, media massa, juga kementerian dan lembaga, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), jelas Maria.