Jakarta (ANTARA News) - Hutan Adat menjadi bagian Program Perhutanan Sosial yang kebijakannya ada di Reforma Agraria karena masyarakat adat tidak hanya mendapat akses pengelolaan, namun juga hak milik terhadap lahan dalam bentuk sertifikat, kata tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan.

"Dalam taksonomi Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria yang diminta oleh Presiden untuk dibuatkan, maka posisi Hutan Adat di gambar itu ada di antara Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria," ujar tenaga ahli Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategi KSP itu di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, ia mengemukakan, Hutan Adat ada di dua agenda, yakni Perhutanan Sosial di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekaligus ada di Reforma Agraria di Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Tujuan dari dua agenda itu, menurut dia, juga masuk dalam program prioritas nasional ini untuk memberikan kesempatan masyarakat memiliki, menguasai, menggunakan, dan memanfaatkan atas tanah dan hutan sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk juga masyarakat adat.

Usep menjelaskan bahwa dalam rangka penyusunan kebijakan ekonomi yang berkeadilan, terutama dari segi pemerataan kesejahteraan, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengantongi 12,7 juta hektare lahan kawasan hutan yang diperuntukkan bagi masyarakat, dan di dalamnya ada Hutan Adat.

"Itu ada di kantong kanan Presiden. Di kantong kirinya ada sembilan juta hektare yang akan diredistribusikan kepada rakyat melalui Reforma Agraria," ujar Usep, memberikan istilah kebijakan agraria Presiden Jokowi.

Ia mengungkapkan, yang menjadi Tanah Obyek Reforma Agraria (Tora) adalah tanah transmigrasi yang sejak Orde Baru (Orba) belum ada sertifikat seluas 600.000 ha, tanah perkebunan yang Hak Guna Usahanya (HGU) habis dan terlantar, lahan dengan Hak Guna Bangunan dan lahan dengan Hak Pakai.

Selain itu, dikemukakannya, tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara yang berada di luar kawasan hutan, tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan yang luasnya sekitar 4,1 juta hektare.

"Luasan itu ditambah tiga kategori lain, totalnya menjadi sembilan juta hektare," kata Usep.

Untuk Perhutanan Sosial, dikatakannya, terdiri atas Hutan Adat, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Kemitraan.

Ia menegaskan, jika Reforma Agraria bertujuan untuk penataan ulang kepemilikan dan penguasaan tanah dalam bentuk pemberian sertifikat pada masyarakat, maka Perhutanan sosial pemberian akses pengelolaan, bukan hak milik karena hutan tetap hutan negara.

"Pengecualian untuk Hutan Adat," demikian Usep Setiawan.