Washington (ANTARA News) - Jaksa Agung Amerika Serikat Jeff Sessions memutuskan mundur dari penyelidikan apa pun mengenai dugaan campur tangan Rusia dalam proses Pemilu Presiden AS 2016, setelah dia dikabarkan berbohong tidak mengakui dua kali bertemu dengan duta besar Rusia sewaktu masuk tim kampanye Donald Trump.
Namun Sessions mengaku tidak melakukan kesalahan apa pun ketika bertemu dengan duta besar Rusia itu. Dia berdalih saat itu dia bertemu dengan dubes Rusia dalam kapasitas senator AS, bukan anggota tim kampanye Trump.
"Saya menarik diri saya sendiri dari masalah-masalah yang berkaitan dengan kampanye Trump," kata Sessions kepada wartawan setelah beberapa sejawatnya dari Partai Republik di Kongres mendesaknya untuk mundur.
Namun keputusannya ini tidak seperti diserukan pemimpin Demokrat di DPR, Nancy Pelosi, yang berulang kali menyerukan mengundurkan diri dari jabatan jaksa agung dan menyebut pengunduran diri dari proses penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam Pemilu AS itu tidak cukup.
Langkah Sessions yang merupakan anggota lingkaran paling dalam kekuasaan Trump itu mengartikan dia tidak akan diberi tahu perkembangan penyelidikan intervensi Rusia itu. Itu juga artinya FBI bebas menyelidiki dugaan itu tanpa harus melapor kepada Sessions.
Kontroversi Rusia ini muncul di tengah keinginan Trump dan Republik yang mengendalikan Kongres yang berusaha meloloskan berbagai kebijakan serperti imigrasi, pemotongan pajak dan menganulir Obamacare.
Tahun lalu dinas intelijen AS menyimpulkan bahwa Rusia telah meretas dan membocorkan email Demokrat selama kampanye presiden tahun lalu sebagai upaya mendorong rakyat AS memilih Trump. Rusia membantah tudingan ini.
Bulan lalu Trump terpaksa memecat penasihat keamanan nasionalnya Michael Flynn setelah orang ini membicarakan sanksi yang diterapkan AS kepada Rusia dengan Duta Besar Rusia Sergei Kislyak sebelum Trump dilantik dan Flynn juga membohongi Wakil Presiden Mike Pence dalam perkara ini, demikian Reuters.
Isu Rusia terus gerogoti Trump, Jaksa Agung mundur dari penyelidikan Rusia
3 Maret 2017 09:03 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (REUTERS/Kevin Lamarque )
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017
Tags: