Emirsyah klaim kooperatif penyidikan kasus pengadaan pesawat
Pemeriksaan Emirsyah Satar Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) menunggu pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2017). KPK memeriksa Emirsyah Satar sebagai saksi terkait dugaan suap dalam bentuk transfer uang dan pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014 yang nilainya diduga lebih dari 4 juta dollar AS, atau setara dengan Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris Rolls-Royce dengan tersangka Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. (ANTARA /Reno Esnir) ()
"Saya hadir sebagai saksi untuk Pak Soetikno. Saya mau kooperatif," kata Emirsyah sesuai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Pada pemeriksaan Rabu (1/3), Emirsyah Satar dihadirkan KPK sebagai saksi untuk tersangka Soetikno Soedarjo.
Namun, ia enggan menjelaskan lebih jauh terkait hasil pemeriksaan tersebut.
"Kalau hasil pemeriksaan tanya ke penyidik," ucap Emirsyah.
Sebelumnya, KPK juga sudah mulai melakukan pemeriksaan terhadap Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura dalam kapasitas sebagai tersangka juga.
Soetikno Soedarjo adalah pihak yang diduga memberikan suap terhadap Emirsyah Satar terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat PT Garuda Indonesia tersebut.
"Sejumlah saksi juga sudah kami periksa sebelumnya baik saksi yang berlatar belakang dari korporasi PT Garuda Indonesia ataupun dari korporasi yang ada di Singapura dalam hal ini Connaught International Pte. Ltd dan pihak lain yang relevan dalam perkara ini, kami masih terus lakukan proses penyidikan ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Emirsyah sendiri sudah menjalani pemeriksaan untuk pertama kalinya sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta pada Jumat (17/2).
Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.
Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huru f atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
(B020/R021)
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017