Bogota, Kolombia (ANTARA News) - Pemberontak beraliran Marxis di Kolombia, FARC, akan mulai menyerahkan senjata mereka kepada PBB, kata kelompok itu dan pemerintah Kolombia.

Saat ini, hampir sebanyak 7.000 pemberontak yang sudah tiba di wilayah-wilayah yang ditentukan bagi pelaksanaan perlucutan senjata.

FARC, atau Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia, telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah tahun lalu untuk mengakhiri konflik.

Konflik bersenjata paling lama di Amerika Latin itu telah menewaskan lebih dari 220.000 orang dan memaksa jutaan orang mengungsi.

"Ini merupakan awal proses perlucutan senjata, yang mencakup langkah untuk mendaftar senjata, pemusnahan senjata tak stabil serta penyimpanan senjata tangan," kata Komisioner Tinggi Kolombia untuk Perdamaian, Sergio Jaramillo, kepada para wartawan, Selasa.

Para pemberontak diharapkan sudah selesai melaksanakan proses penyerahan senjata mereka pada Juni, kata Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos.

Sejumlah anggota FARC dan PBB telah membuka kemungkinan bahwa proses perlucutan akan tertunda sementara masalah logistik diselesaikan.

Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok pemberontak FARC telah melintasi Kolombia dengan berjalan kaki serta menggunakan perahu dari tempat-tempat persembunyian mereka di hutan dan pegunungan menuju 26 wilayah yang dimonitor oleh para personel PBB.

"Walaupun ada penundaan terkait masalah logistik di zona-zona itu ... kami akan tetap melakukannya ... mendaftarkan persenjataan di semua kamp," kata Pemimpin FARC, Ivan Marquez, dalam acara jumpa pers.

Berdasarkan perjanjian perdamaian, FARC akan membentuk gerakan politik di Kolombia.

FARC awalnya merupakan kelompok petani yang mulai mengangkat senjata 52 tahun lalu di negara Amerika Selatan itu.

Perjanjian tersebut mendapat kritikan tajam dari banyak kalangan dan sebelumnya sempat ditolak oleh rakyat melalui referendum karena dianggap terlalu lunak terhadap para pemberontak yang akan menjalani masa hukuman penjara.